Perbankan dituntut pula lebih inovatif menyiasati berbagai risiko mikrostruktural yang ada di sektor riil saat ini. "Saat ini dunia industri di sektor riil menunggu peran perbankan sebagai lembaga intermediasi terbesar di negeri ini," kata Burhanuddin pada pertemuan tahunan perbankan atau Bankers Dinner 2007, Jumat (12/1) di Jakarta. Acara itu bertepatan dengan 10 tahun krisis ekonomi melanda Indonesia. Hadir dalam acara itu sejumlah menteri, anggota parlemen, akademisi, dan pemimpin perbankan nasional. Untuk mendorong intermediasi perbankan, BI telah berkali- kali melonggarkan aturan sejak tahun 2005. Pada tahun 2007, BI akan kembali melonggarkan sejumlah aturan kredit. Pelonggaran tersebut merupakan bagian dari delapan butir kebijakan yang akan dijalankan BI tahun 2007.
Pelonggaran yang dilakukan hampir semuanya merupakan usulan kalangan perbankan. Selama ini, industri perbankan memang masih berkubang dalam berbagai kelemahan dan kesulitan. Rendahnya komitmen perbankan dalam menyalurkan kredit salah satunya tercermin dari tingginya suku bunga kredit. "Upaya penguatan kelembagaan perbankan akan kehilangan maknanya jika perbankan nasional tidak optimal dan tidak terarah dalam melakukan kegiatan utamanya," kata Burhanuddin. Selain menuntut para bankir bekerja lebih keras, Burhanuddin juga mengharapkan adanya perbaikan ekonomi biaya tinggi, distorsi, dan iklim investasi. "BI mengharapkan kebijakan-kebijakan pemerintah yang lebih tajam untuk percepatan perbaikan kondisi distorsif dan risiko mikro di sektor riil melalui perbaikan iklim investasi, termasuk perbaikan infrastruktur dan pasokan energi yang lebih terjamin," kata Burhanuddin.
Jika harapan-harapan tersebut dapat diwujudkan, pertumbuhan kredit yang lebih tinggi akan tercapai. Laju kredit yang lebih cepat pada gilirannya akan mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih berkualitas. Tahun 2007, BI menargetkan pertumbuhan kredit sebesar 18 persen dengan nominal sekitar Rp 150 triliun. Adapun tahun 2006, pertumbuhan kredit jeblok, hanya 11 persen dengan nominal sekitar Rp 78 triliun. Pengamat finansial Mirza Adityaswara optimistis dengan kondisi dan langkah-langkah yang dilakukan berbagai pihak saat ini, pertumbuhan kredit tahun 2007 akan lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2006.
Pelonggaran
Delapan butir kebijakan BI tahun 2007 meliputi kebijakan konsolidasi, intermediasi, bank asing, bank BUMN, peran aktif BI dalam pengembangan instrumen pasar keuangan, perbankan syariah, bank perkreditan rakyat (BPR), dan komitmen BI menjadi pusat informasi dan kajian perekonomian. Terkait kredit, BI melonggarkan dan menyesuaikan sejumlah aturan.
Pertama, penilaian aktiva produktif sampai dengan Rp 5 miliar dapat dilakukan hanya dengan mengacu pada kriteria ketepatan membayar. Sebelumnya, sesuai PBI No 7/2/2005, penilaian harus mengacu pada tiga pilar kriteria, yaitu ketepatan membayar, prospek usaha, dan kondisi keuangan debitor.
Kedua, batas nilai aktiva produktif dalam penerapan penyeragaman kolektibilitas yang saat ini Rp 500 juta dinaikkan menjadi Rp 5 miliar dan atau cukup untuk 50 debitor terbesar.
Ketiga, jenis agunan yang dapat diperhitungkan sebagai pengurang penyisihan penghapusan aktiva (PPA) akan diperluas antara lain dengan memasukkan mesin dan resi gudang.
Keempat, penegasan kembali ketentuan batas maksimum pemberian kredit (BMPK) sebesar 30 persen bukan hanya bagi BUMN yang bergerak di bidang infrastruktur, tetapi juga di berbagai sektor pembangunan lainnya.
Kelima, terkait BMPK, pembiayaan bersama (joint financing) tidak digolongkan sebagai pihak terkait, sepanjang tidak ada hubungan pengendalian.
Keenam, debitor bermasalah masih dimungkinkan menerima kredit, sepanjang kredit bermasalah terjadi karena alasan-alasan di luar kemampuan debitor, dengan tetap memerhatikan analisis yang komprehensif atas kelayakannya.
BI juga akan memandu bank milik asing untuk berperan lebih optimal dalam proses intermediasi dan mengeluarkan kebijakan khusus pembatasan tenaga kerja asing di level manajemen menengah (middle management) serta kewajiban melaksanakan transfer ilmu. Tenaga kerja asing akan dibatasi hanya sampai dua tingkat di bawah direksi kecuali untuk bidang-bidang yang tidak mampu diisi oleh tenaga kerja domestik. Untuk bidang-bidang khusus tersebut, bank asing diberi waktu tiga tahun untuk melaksanakan transfer ilmu.
Pengamat perbankan Dradjad Wibowo mengatakan, kebijakan BI ini akan mendorong penyaluran kredit lebih besar ke sektor usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). Ini menunjukkan keberpihakan BI ke sektor UMKM.