Kasus HIV/AIDS di Indonesia khususnya di Papua saat ini terus meningkat dengan pesat. HIV/AIDS sudah menjadi ancaman global, dan Pemerintah pun sudah menganggap masalah ini sebagai masalah nasional.
Fakta yang terjadi dinegara lain seperti di wilayah sub Saha Afrika, menunjukan bahwa penderitaan yang disebabkan oleh HIV/AIDS dapat membalikan hasil pembangunan yang dicapai bersama bertahun-tahun di segala aspek kehidupan masyarakat, menjadi tidak berarti.
Di Asia Tenggara Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi sebagai tempat berkembangnya HIV/AIDS secara pesat. Sampai 31 Desember 2006, kasus HIV/AIDS di Papua menempati urutan kedua setelah DKI Jakarta, namun bila melihat perbandingan antara jumlah penduduk dengan jumlah kasus yang ada, maka Papua menempati urutan pertama di Indonesia dengan kasus tertinggi di Kabupaten Merauka, Menurut data Subdin BPP & PL Dinkes Provinsi Papua, Desember 2006 dari 3.023 total kasus di Papua, jumlah kasus di Kabupaten Mimika mencapai 1.060 kasus atau 35 persen dari total kasus yang ada. Dari kumulatif kasus tersebut, tertinggi berada pada kelompok usia muda produktif antara 20-29 tahun. Dengan melihat kronologis perkembangan HIV menuju tahapan AIDS yang memerlukan rentan waktu relatif panjang (minimal 2-5 tahun atau bahkan sampai 10 tahun), maka dapat diindikasikan bahwa penularan pada kelompok usia muda dapat terjadi sejak usia 15-18 tahun. Bila dikaitkan dengan jalur penularan seksual sebagai titik akses yang paling dominan untuk penyebaran HIV/AIDS di Papua, memiliki kecendrungan pula untuk menularkan IMS atau Inveksi menular seksual. Kondisi ini tentunya sangat mengkhawatirkan, dan perlu segera dilakukan upaya pencegahan sedini mungkin.
Kepala Seksi (Kasie) Remaja dan Hak-Hak Reproduksi BKKBN Provinsi Papua selaku Pokja – Media KPA Provinsi Papua, Agus Fauzi, menuturkan keingintahuan remaja dan keinginan mencoba terhadap berbagai hal baru termasuk perilaku seksual, dan disisi lain ketidaktahuan atau minimnya pengetahuan remaja tentang resiko dan perilakunya, membuat remaja tersebut menjadi rentan terhadap berbagai masalah yang dapat merusak masa depannya, termasuk kerentanan terhadap ancaman besar umat manusia saat ini, yakni virus HIV/AIDS. Kepada wartawan dijelaskan, mengenai seksual, kejahatan seksual dan reproduksi, agar mereka dapat memahami fungsi tubuh mereka, adalah dengan mengetahui pilihan-pilihan mengenai perilaku hidup mereka. Ada bukti besar yang menunjukan bahwa remaja yang semakin paham akan seksualitas dan perilaku seksual yang bertanggung jawab, maka akan semakin baik kesempatan bagi mereka untuk menunda melakukan hubungan seks atau akan melindungi diri kita sendiri jika mereka akan melakukan hubungan tersebut. Oleh sebabnya, sangat penting sekali bagi para remaja untuk mendapatkan bimbingan dan nasehat tentang HIV/AIDS sebelum mereka menjadi aktif secara seksual. Lebih lanjut dikatakan, kebutuhan remaja untuk melindungi diri diantaranya, menghindari hubungan seks sebelum menikah serta mencari informasi tentang bahaya HIV/AIDS. Disamping itu, membutuhkan keahlian dan rahasia percaya diri dalam bernegoisasi pada situasi yang sulit, apakah untuk menolak melakukan hubungan seksual yang tidak aman atau tidak diinginkan, maupun menentang tekanan teman-temannya untuk menggunakan alkohol. Hal penting lainnya adalah mampu melindungi diri dan mempengaruhi teman sebaya mereka untuk berperilaku yang bertanggung jawab guna mencegah terjadinya inveksi. Menurut Fauzi, lingkungan pendukung untuk penanggulangan penyebaran virus mematikan HIV/AIDS adalah dengan memberikan cinta kasih dan dukungan tanpa syarat dari orang tua maupun keluarga, guru, pemuka agama atau anggota masyarakat yang ditugaskan. Kemudian, memberikan para remaja suatu peran dalam pengambilan keputusan di lingkungan masyarakat dan program-program khususnya yang berkenaan dengan upaya strategi pencegahan HIV yang sangat be rmanfaat bagi remaja. Saat ini, lanjutnya, cukup banyak tantangan dalam penanggulangan virus mematikan HIV/AIDS, diantaranya, factor social budaya, letak geografi, tingkat pertumbuhan penduduk serta tingginya perkembangan pembangunan di daerah. Sedangkan hambatan yang ada berupa rendahnya presepsi masyarakat tentang ancaman virus mematikan itu, program penyuluhan belum kuat dan memadai, penggunaan kondom belum maksimal pada khalayak umum, serta belum optimalnya pelayanan konseling bagi orang beresiko terinveksi HIV. Untuk itu, tambahnya, kebijakan yang ditempuh saat ini adalah meningkatkan kerja sama lintas program dan lintas sektoral bersama LSM, lembaga donor dan KPA guna mencegah serta menanggulangi AIDS yang diintegrasikan kegiatan dengan kesehatan reproduksi. Kemudian memperkuat pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS prioritas utama pada kegiatan KIE dengan lebih memperhatikan pada kelompok sasaran beresiko tinggi dan selalu berpegang pada kebiasaan penduduk setempat. Disisi lain, memperkuat dan mendorong ke kabupaten/kota didaerah pengembangan khusus pelaksanaan program pelayanan KB safari terpadu, serta mendorong institusi LSM dan lembaga keagamaan untuk ikut berperan aktif dalam penanggulangan HIV/AIDS.**