"Gubernur Provinsi Papua, Barnabas Suebu, SH menegaskan setiap gerakan rehabilitasi untuk menjaga kelestarian hutan, merupakan tanggung jawab seluruh masyarakat terutama para generasi muda. Generasi muda dalam hal ini adalah satu penerus yang harus dimotivasi dan dibekali dengan ketrampilan dalam melestarikan sumber daya hutan, sehingga mereka dapat melanjutkan upaya peningkatan potensi hutan yang telah dirintis bersama untuk kemudian diwariskan kepada anak cucu kita kelak sebagai modal dasar pembangunan yang tinggi nilainya. Pada pidatonya dalam rangka pengendalian dan penanganan kelestarian hutan di Papua, lebih lanjut Gubernur Suebu menjelaskan bahwa sumber daya hutan mempunyai peranan penting dan strategis dipandang dari 3 aspek secara terpadu, yakni aspek ekonomi, sosial kemasyarakatan dan lingkungan.
"Dipandang dari aspek ekonomi, hutan merupakan sumber devisa yang sangat penting, baik berasal dari flora maupun fauna. Sedangkan dari aspek sosial kemasyarakatan, hutan merupakan sumber penghidupan yang telah membentuk tradisi dan budaya. Selanjutnya dari aspek lingkungan, hutan mempunyai fungsi hidro-ologis (pengatur tata air), penahan erosi dan berfungsi sebagai paru-paru dunia serta sebagai habitat keanekaragaman hayati. Lanjutnya, melihat peran dan fungsi hutan yang sangat besar bagi kelangsungan hidup manusia, maka kelestarian hutan perlu dipertahankan keberadaannya. Akan tetapi, melihat situasi sekarang ini, banyak hutan di Indonesia telah pada kondisi yang sangat memprihatinkan dengan terjadinya kerusakan serius serta degradasi yang sebagian besar terjadi di daerah hulu Daerah Aliran Sungai (DAS). Kecepatan degradasi hutan dan lahan secara nasional saat ini diperkirakan telah mencapai 2,8 juta hektar per tahun, dengan demikian rehabilitasi hutan dan lahan adalah pekerjaan yang memerlukan biaya tinggi, sehingga bila hanya mengandalkan biaya pemerintah, maka dikhawatirkan luasan hutan yang terdegradasi mungkin tidak akan pernah berkurang justru meluas lahan kritisnya.
"Hal lainnya bahwa implementasi dari permasalahan degradasi hutan dan lahan dipandang dari aspek fisik lingkungan secara actual sangat potensial berdampak pada terganggunya kondisi tata air pada DAS dan dapat menimbulkan bencana alam banjir, erosi tanah dan tanah longsor pada musim penghujan. Juga sebaliknya berpotensi menyebabkan kekeringan pada musim kemarau. Dikemukakan Gubernur, salah satu strategi yang perlu ditempuh pada tanah-tanah kritis tersebut, dengan mengupayakan rehabilitasi hutan dan lahan melalui pola partisipatif masyarakat. Tercapainya upaya ini tentu memerlukan pendekatan lebih kepada masyarakat, pemberdayaan kearifan local serta nilai dan pranata sosial setempat. Selain itu juga, perlu adanya peningkatan kepastian hak dan kewajiban serta pemberian insentif dan rekognisi bagi masyarakat dan sebagainya.
“Jadi sekali lagi, hakekat dari rehabilitasi hutan dan lahan ialah masyarakat melakukan penanaman pohon atas kehendak masyarakat sendiri dan diharapkan merupakan gerakan moral. Untuk itu, saya mengajak kepada seluruh masyarakat yang berada di perkotaan dan kampung-kampung, agar senantiasa peduli terhadap kelestarian hutan dan lingkungan di tanah Papua, dengan tidak melakukan tindakan-tindakan yang dapat mengancam dan merusak keberadaan hutan. Antara lain tidak melakukan praktek perladangan berpindah-pindah, tidak membuat perkampungan atau perumahan, tidak melakukan penebangan, penambangan bahan galian dan pendulangan emas secara liar pada kawasan hutan lindung, cagar alam maupun daerah sempada sungai,” ajak Gubernur. Selain itu, tambahnya, pelaksanaan pembangunan harus diupayakan berwawasan lingkungan yang sifatnya berkelanjutan dan diharapkan dapat melestarikan sumber daya alam khususnya hutan, tanah dan air yang akan memberikan kesejahteraan bagi masyarakat Papua baik di masa kini maupun di masa yang akan datang.