"Dalam rangka meminimalisir masalah-masalah pertanahan, baik yang terjadi pusat maupun daerah, Badan Pertanahan Nasional disingkat BPN, telah menyiapkan para tenaga penyidik atau petugas Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS), karena menilai permasalahan tanah saat ini sudah sampai ketahap pidana. “Saat ini banyak terjadi masalah tanah yang telah menjurus kepada tindak pidana, salah satunya seperti upaya pemalsuan sertifikat tanah oleh para calo atau yang lainnya. Mungkin kita sebenarnya tahu, tapi BPN tidak dapat melakukan penyidikan karena tidak adanya UU yang mengatur seperti itu,” kata Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) BPN Provinsi Papua, Emmiel Poluan, diruang kerjanya, Rabu (21/3) kemarin. Dijelaskan, penyiapan para tenaga penyidik secara umum untuk meminimalisasi upaya tindak pidana dalam berbagai bentuk di bidang pertanahan, guna ditekan sampai habis.
"Penyiapan Petugas Penyidik di lembaga Pertanahan ini, sekaligus juga untuk mengantisipasi akan diterbitkannya UU Pertanahan baru, yang sementara ini tengah dalam pekerjaan penyusunan draft. Lanjut Emmiel, masalah pertanahan di tanah air, cukup banyak ditemui. Saat ini, ditengarai sekitar 2.800 – an kasus masalah tanah, yang sedang ditangani BPN Pusat, belum terhitung jumlah kasus yang terjadi di daerah-daerah. Atas dasar ini, penyiapan tenaga penyidik dirasakan perlu untuk mengurangi upaya tindak pidana yang terjadi dalam masalah pertanahan. Hal ini pula, merupakan salah satu upaya untuk memberi kepastian hukum bagi para investor yang akan berinvestasi di Papua. Lemahnya eksistensi UU Agraria dalam memberi sanksi penindakan hukum terhadap para pelaku tindak pidana masalah tanah di Indonesia, dituding sebagai penyulut upaya disiapkannya para tenaga pendidik di BPN. Bagaikan macan bergigi ompong, BPN telah cukup banyak tahu celah-celah dimana para calo atau oknum tertentu melakukan tindak pidana, namun tidak dapat menyidik karena tidak mempunyai wewenang seperti itu. Apalagi UU Agraria hanya memberi larangan tetapi tidak mencantumkan sanksi hukuman apa yang akan dijalani, bila seseorang terindikasi melakukan pelanggaran dibidang pertanahan.
“Kalau melakukan pemalsuan sertifikat atau lainnya, oknum tersebut diberi sanksi melalui KUHP bukan UU Agraria karena tidak mencantumkan sanksi hukuman berapa tahun penjara kepada pelaku, sehingga kita tidak punya daya untuk meminimalisasi kegiatan pidana dalam masalah tanah. Untuk itu dengan adanya kewenangan seperti ini, kita bisa leluasa melakukan penyidikan, sekaligus meminimalisasi upaya seperti itu, ”akunya. Tenaga penyidik di lembaga BPN Provinsi Papua saat ini baru berjumlah sebanyak tiga orang yang telah mengikuti pendidikan di Pusdiklat Reskrim atau Pusat Pendidikan Latihan Reserse dan Kriminal Polri. Salah satunya Kakanwil BPN Provinsi Papua, Emmiel Poluan. Pekan lalu, BPN telah kembali mengirim 2 orang utusan untuk mengikuti pendidikan penyidik di Pusdiklat Reskrim Polri. Hal ini bertujuan untuk memperkuat petugas penyidik dilembaga BPN, yang rencananya akan disiapkan diseluruh kantor BPN Kabupaten/Kota se-Provinsi Papua. Saat ini belum ada UU yang membawahi bidang tugas secara langsung oleh BPN dalam melakukan penyidikan, karena belum turunnya UU pertanahan baru, yang sementara ini sedang digodok.
"Sehingga demikian, BPN dalam melakukan penyidikan, masih harus berkoordinasi dengan pihak Polri, namun telah berwenang melakukan penyidikan. Hal Ini sesuai penandatanganan perjanjian kerja sama antara pihak BPN dengan Polri yang dilakukan di Jakarta beberapa pekan kemarin. Tidak hanya sebatas pada pelaksanaan penyidikan, Tugas BPN bahkan dapat diperluas, seperti reforma agraria atau yang lebih dikenal dengan sebutan Program Pembaharuan Agraria Nasional (PPAN), sesuai TAP MPR Nomor 9 Tahun 2001.