Dampak dari kehadiran lembaga kultur itu di Papua belum dirasakan. Hal ini mendapat tanggapan dari Ketua Dewan Kehormatan Majelis Rakyat Papua, Ir.N.A. Maidepa M.App.Sc. Dalam siaran pers tersebut Maidepa mempertanyakan komentar tersebut dan atas dasar apa hal itu disampaikan soal penilaian kinerja MRP dari mana?. “Kami bukanya tersinggung atas pernyataan tokoh pemuda tersebut, tetapi atas dasar apakah pernyataan tersebut disampaikan, juga atas kinerja MRP yang dinilai tidak sesuai dengan tugasnya itu data yang didapatkan dari mana? Jangan hanya mementingkan kepentingan semata,” jelasnya.
Dikatakan memang saat ini MRP sedang merancang sebuah Perdasus dan Perdasi bagi kepentingan seluruh masyarakat asli Papua, akan tetapi keputusan akhir berada ditangan pemerintah provinsi dan DPRP sebagai instansi yang akan mengesahkan rancangan tersebut. MRP hanya menjalankan apa yang menjadi tuntutan rakyat Papua selama ini. Maidepa menambahkan, bahwa sebagai pemuda asli Papua haruslah berjiwa futuristik atau melihat kedepan dan memiliki cita-cita untuk diri sendiri tetapi terlebih untuk masyarakat, sehingga keadaanya sebusuk atau sebagus apapun dilihat sebagai tantangan dan peluang untuk bertindak positif, kreatif, akomodatif, simpatik dan bukan antipati.
“Tokoh pemuda disalah satu daerah itu perlu memahami betul apa yang dibutuhkan di masyarakat khususnya dikalangan pemuda, jangan sampai mempersoalkan MRP karena MRP merupakan lembaga kultur orang asli Papua yang diberi hak-hak politik, maka dari itu diharapkan dapat menimbang kembali hal tersebut,” tegasnya.