"Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Papua Ir. Astiler Maharadja mengatakan Departeman Kelautan dan Perikanan (DKP) akan menata kembali pengelolaan perikanan di laut Arafura. Karena termasuk dalam WPP (Wilayah Pengelolaan Perikanan) dari 9 WPP yang ditetapkan melalui Keputusan Menteri Pertanian No. 995/kpts/IK.210/9/99. ”Laut ini terletak di Indonesia bagian Timur yang secara yuridiksi politik terdiri dari 2 jenis perairan, yaitu perairan teritorial dan ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif)”, terang Astiler kamis kemarin.
"Dikatakan, bahwa kekayaan Sumber Daya Ikan (SDI) strategis dilaut tersebut, seperti udang, tuna/cakalang, cumi-cumi, ikan demersal dan karang serta bola-bola (teripang), yang melimpah telah menarik banyak armada penangkapan dari luar kawasan, bahkan dari Negara-nagara sekitar, untuk beroperasi di wilayah ini. Namun kenyataan di lapangan saat ini, kondisi Sumberdaya Ikan di Laut Arafura cenderung menunjukkan gejala penangkapan secara berlebihan (over fishing). Kondisi inilah, yang melatarbelakangi dilaksanakannya Kegiatan Forum Arafura oleh Departemen Kelautan dan Perikanan belum lama ini.
”Kegiatan penangkapan ikan selama ini cenderung memandang bahwa SDI adalah kekayaan milik bersama (common property) dan dapat dimanfaatkan tanpa batas (open access) secara perlahan harus mulai ditinggalkan. Transformasi paradigma tersebut perlu mengedepankan pemanfaatan secara optimal dengan memperhatikan keadilan distribusi pemanfaatan. Oleh karena itu, perlu diketahui bersama, bahwa penerapan Prinsip-prinsip Pengelolaan yang bertanggung jawab ini secara operasional di lapangan memang seringkali mengalami banyak kendala,” Ujarnya.
"Berdasarkan penelitian Balai Riset Perikanan Laut (BRPL) Departemen Kelautan dan Perikanan, kondisi kegiatan perikanan di Laut Arafura menunjukkan trend sebagai berikut: (1) kegiatan penangkapan ikan skala industri hingga Tahun 2000 mengalami peningkatan secara tajam. Selain itu, keberadaan pukat ikan (PI) terus mengalami peningkatan dengan ukuran kapal yang semakin besar, sedangkan keberadaan pukat udang (PU) cenderung stagnan bahkan sedikit menurun; (2) peningkatan ukuran kapal dan terjadinya perubahan pola penangkapan PI telah meningkatkan produktivitas per tahun terutama periode 2003-2004; (3) terjadi interaksi dan kompetisi dalam perikanan antara PI dan PU dalam mengeksploitasi stok sumberdaya yang sama, dan penangkapan dilakukan sering pada jalur penangkapan yang tidak sesuai izin; dan (4) perikanan skala kecil (perikanan rakyat) belum berperan banyak dari sisi aktivitas penangkapan maupun produksi.
Sementara itu, secara spesifik Forum Arafura menggambarkan kondisi SDI di Perairan Arafura diantaranya terjadi laju penangkapan ikan demersal di wilayah-wilayah utama mengalami penurunan terutama di wilayah Digul dan Aru, kemudian indeks biodiversitas mengalami penurunan terutama di Perairan Digul, jenis ikan demersal bernilai ekonomis tinggi di area paparan (shelf) mengalami penurunan, dan SDI pelagis/demersal di area sepanjang tubir (slope) dengan yang sebagian besar merupakan kawasan ‘untrawlable’ belum dimanfaatkan secara optimal.
"Berkaitan dengan kondisi tersebut, Astiler menambahkan, Forum Arafura memberikan beberapa alternative dalam pengelolaan perikanan di Laut Arafura, antara lain: (1) penataan Jalur/zona penangkapan; (2) tidak dikeluarkan (penataan) izin penangkapan baru (status quo) untuk sementara waktu; (3) proteksi area “trawlable”di beberapa perairan pantai yang secara ekologis kualitasnya telah menurun atau diketahui sebagai “nursery ground” melalui pemasangan terumbu/rumah ikan buatan atau pun close-open season; (4) pengembangan alat tangkap rawai dasar, bubu, dan set net, sebagai alat tangkap “low energy input fishing technology” untuk mengekploitasi sumberdaya di sekitar slope, reefs dan ridge; dan (5) pemberdayaan nelayan lokal (perikanan rakyat) melalui peningkatan infrastruktur dan kelembagaan.