Kebijakan tersebut telah turun beberapa waktu lalu dan kini sementara diterapkan diwilayah ini. “Seperti untuk negara Thailand, Philipina, dan Cina untuk sementara kita stop kegiatan penangkapan ikan diwilayah kami sampai kebijakan itu kembali dicabut,” kata Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Papua, Ir. Astiler Maharadja, di Gedung Negara, kemarin. Menurut Astiler, pelarangan ini bertujuan karena pemerintah daerah ingin melakukan penataan kembali terhadap seluruh aktivitas kegiatan perijinan. “Jadi, kita ingin menata kembali ijin-ijinnya dulu baru kemudian diaktifkan lagi,” katanya.
Selain itu, pemerintah daerah berkeinginan agar setiap ikan yang ditangkap diolah terlebih dahulu di Papua, baru kemudian dibawa keluar Papua. Misalnya, diolah diindustri terlebih dahulu, apakah melalui pengalengan atau pembekuan baru kemudian dibawa keluar Papua. Dengan demikian, mau tidak mau para pengusaha asing itu akan membangun industri di Papua. “Selama ini kan yang terjadi kalau kapal asing menangkap ikan, langsung dibawa keluar dari Papua. Seharusnya kan diolah dulu di Papua baru dibawa keluar. Jadi, ini salah satu upaya kami untuk menggenjot perusahaan-perusahaan asing itu agar mau membangun industri di Papua sehingga ikan yang akan dibawa keluar, diolah dulu di Papua baru dibawa keluar,” tegasnya.
Ia menambahkan, apabila sudah terbangun industri pengolahan ikan di Papua, hal ini tentu akan menguntungkan pihak pemerintah daerah. Karena industri yang dibangun itu akan membutuhkan karyawan untuk mengolah seluruh hasil tangkapan ikan itu. “Jadi, ada semacam efek ganda yang terjadi bila industri dibangun di Papua. Kan tentu akan terjadi penyerapan tenaga kerja disana. Sehingga ini akan sangat menguntungkan kita,” ujarnya.