"Kendati Ijin Usaha Perkebunan (IUP) telah diterbitkan kepada sebanyak 89 perusahaan di Papua sebagaimana disebutkan dalam data Perkebunan Besar Swasta dan Negara (PBSN), namun jumlah usaha perkebunan yang eksis dilapangan hanya sekitar 10 perusahaan saja. Menurut Gubernur Papua Barnabas Suebu, SH jika merujuk kepada Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) nomor 26 tahun 2007 tentang pedoman perijinan usaha perkebunan dan undang-undang perkebunan nomor 18 tahun 2004, sudah jelas bahwa jika sampai dengan 2 tahun tidak ada aktivitas di lapangan maka ijin usaha perkebunan tersebut dicabut.
"Oleh karena itu, lanjut Gubernur, khusus untuk perusahaan perkebunan yang telah memiliki izin tetapi sampai saat ini belum juga beroperasi, meskipun Pemerintah sudah memberi kesempatan pada satu tahun terakhir ini, maka dengan sangat terpaksa izinnya akan dicabut. “Dan areal atau lokasi yang telah dicabut akan ditawarkan kepada investor yang lebih bersungguh-sungguh untuk berinvestasi di Papua,” jelas Gubernur Suebu dalam sambutannya yang dibacakan Asisten I Bidang Pemerintahan Setda Papua, Drs. Elieser Renmaur, pada rapat kerja evaluasi kinerja perusahaan perkebunan se-Provinsi Papua, Rabu (25/2).
"Selain itu, Gubernur mengatakan guna terwujudnya sistem usaha perkebunan berkelanjutan, Pemerintah pada saat ini berusaha untuk memfasilitasi dunia usaha dibidang perkebunan dengan melakukan strategi yang lebih terjamin dan pasti dengan mensyaratkan setiap investor yang akan berinvestasi terlebih dahulu melakukan presentase yang semata-mata bertujuan untuk mengetahui secara pasti keinginan dan harapan investor tersebut. Sebab kebijakan Pemerintah Daerah terkait dengan pembangunan perkebunan besar dan lainnya, menginginkan suatu pendekatan kerjasama yang berkelanjutan antara investor, Pemerintah dan Masyarakat. “Jadi, Pemerintah mengharapkan adanya kerjasama dalam bentuk penyertaan modal atau saham mulai dari kebun hingga pengelola pabrik. Hal ini penting bagi kita semua, karena dengan adanya kerjasama seperti ini maka semua pihak akan bertanggungjawab sesuai dengan kewenangannnya untuk memajukan usaha. Karena kita semua harus sadar bahwa tanah dan hutan adalah milik rakyat, sehingga dalam bentuk apapun ketika kita akan melakukan aktivitas ekonomi diatas tanah itu, maka kita perlu memperhatikan dan mengutamakan kepentingan masyarakat,” jelasnya.
"Ditambahkannya, rapat evaluasi kinerja perusahaan perkebunan tahun ini, sangatlah strategis karena kita ketahui bersama bahwa sejak pertengahan tahun 2008, krisis ekonomi dunia membawa dampak bahwa bagi kinerja dunai usaha. Oleh karena itu, ia yakin bahwa ada usaha perkebunan di Papua yang terkena imbas dari krisis itu. Sehingga pada kesempataan ini, ia berharap supaya semua perusahaan yang bermasalah terkait dengan krisis dapat dicari terobosan atau cara-cara yang tidak harus menghambat proses pembangunan perkebunan di Papua.