"Pemerintah Provinsi Papua melalui Biro Pemberdayaan Perempuan Setda Provinsi Papua tengah menggodok pembentukan Peraturan Daerah Provinsi (Perdasi) tentang Perlindungan Perempuan dan Anak yang diharapkan sudah bisa eksis pada tahun 2011. Menurut Kepala Biro Pemberdayaan Perempuan Setda Provinsi Papua, Dra. Sipora Modouw, MM, tingkat kekerasan dalam rumah tangga atau KDRT di Papua berada dalam angka yang tinggi. Bahkan setiap hari selalu terjadi KDRT yang menyebabkan seorang ibu terluka akibat dianiaya suami.
Oleh karena itu, Perdasi ini dipandang penting untuk dibentuk sehingga dapat menjadi dasar hukum untuk memberikan sanksi yang tegas kepada para pelaku KDRT serta melaksanakan program yang mengacu kepada perdasi tersebut. Hal demikian sebagaimana dikatakan Sipora Modouw, pada satu kesempatan kemarin. Selain membentuk Perdasi. Lanjut Sipora, Biro Pemberdayaan Perempuan Setda Papua telah membangun P2TPA (Pusat Pelayanan Terpadu Perempuan dan Anak) sementara, yang terletak di Taman Imbi Kota Jayapura. “Sedangkan kantor permanen kita sudah bangun di Kota Raja, Jayapura,” singkatnya.
Sementara upaya lainnya, adalah melakukan penandatangan Memorandum of Undarstanding (MoU) dengan pihak penegak hukum di Papua, yakni pihak Polda, Kejaksaan, Pengadilan Negeri, Kodam. “Sebab kami tidak bisa mengerjakannya sendiri. Untuk itu, kita menggandeng pihak penegak hukum terkait untuk menekan angka KDRT,” tuturnya. Ditanya apakah sanksi hukum yang diberikan kepada para pelaku KDRT sudah seimbang menurut perbuatannya, Sipora menanggapi bahwa hal tersebut belum setimpal sesuai dengan perlakuannya. “Karena, walaupun memar yang diobati telah sembuh, belum lah tentu jiwa yang tersakiti itu sudah ikut sembuh,” ucapnya.
Oleh karena itu, tambah Sipora, ia telah mengusulkan kepada pihak terkait untuk mencoba mendatangkan para ahli untuk menolong. Sebab ia menilai bahwa belum lah cukup jika hanya melalui mimbar agama untuk menyuarakan kepada masyarakat agar tidak melakukan kekerasan. “Tentunya kita harus buat cara lain yang lebih pas. Agar ibu-ibu tidak lagi menerima kekerasan,” ujarnya.