Dari Demo Koalisi perjuangan Hak-hak Sipil Rakyat Papua.
Kendati peraturan pemerintah (PP) tentang Mejelis Rakyat Papua (MRP) sudah disahkan beberapa waktu lalu,namun ada saja yang menuding,bahwa MRP merupakan tandingan terhadap Dewan Adat Papua dan Presedium Dewan Papua (PDP),untuk membubarkan kedua lembaga tersebut yang secara sah dibentuk dan diligetimasi oleh rakyat Papua Barat.Pemikiran ini seperti yang tertuang dalam aksi demo damai oleh koalisi perjuangan hak-hak sipil rakyat papua,Rabu (03/02) kemarin siang dihalaman DPRD Provinsi Papua yang dipimpin Stefanus Bobyy.Bahkan dengan yel-yelnya,mereka menolak MRP tidak membawa perubahan yang signifikan di tanah papua.
Itu sebabnya mereka menghimbau kepada semua elemen masyarakat untuk bergabung dalam koalisi tersebut untuk melawan kebijakan pemerintah pusat dan provinsi papua yang akan menlahirkan masalah besar di tanah papua, lebih khusus PP No.54 tentang MRP yang dinilai akan menimbulkan seribu satu persolan bagi masyarakat papua.
Dengan kritisnya,koalisi perjuangan hak sipil rakyat papua mencontohkan MRP yang disahkan itu,akan mengkaunter,pelucuran bukum,pelurusan sejarah,pelurusan papua barat oleh Parlemen Belanda pada bulan Maret atau Agustus 2005,selain itu,akan membuka peluang untuk terciptanya depolitisasi dan dehumanisasi di Papua Barat.
Demo yang berlangsung tepat pukul 12.40 WIT itu,menegaskan bahwa MRP tidak akan menjamin dan melindungi hak-hak anak negeri Papua,karena pasal-pasal yang tertuang dalam MRP tersebut,sangat krusial dan prbolematic yang nantinya akan melahirkan konflik horizintal diantara masyarakat di Papua.
Denga mempertahankan argumentasi bahwa MRP yang akan diwakili oleh parlemen adat,agama dan perempuan dibandingkan dengan 250 suku yang ada di papua,koalisi perjuangan sipil rakyat papua justru denga pikiran sinis melihat,MRP jelas-jelas diskriminatif,ambivalen dan menghadang agenda-agenda rakyat Papua Barat, yang sementara ini semakin menuju titik terang.
Selain itu MRP menurut pandangan pendemo bahwa MRP yang dibentuk itu,akan terjadi pengulangan kesalahan sejarah politik Papua Barat (Pepera) yang dimanipulasi oleh Negara Indonesia dibawah bayang-bayang Amerika Serikat,Belanda dan PBB.
Demo damai yang berlangsung kurang lebih 2 jam tersebut, tidak sempat dilayani anggota DPRD Papua, dari informasi yang diperoleh,seluruh anggota dEwan kini sedang melakukan kunjungan kerja melalui komisi-komisi yanga ada.