Jayapura-Pemerintah masih mempunyai Pekerjaan Rumah (PR) pembangunan yang harus segera dilakukan dengan kerja keras. Hal ini, dibuktikan dengan melihat dari gambaran Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Papua sampai saat ini masih di topang oleh produk sector pertambangan dan penggalian atau kontribusi terbesar dari PT. Freeport Indonesia, yang memberikan sumbangan 50 persen dari PDRB Provinsi Papua. SDM yang diserap PT. Freeport dari Papua masih tergolong sangat sedikit.
Selain itu, SDM yang dapat diserappun membutuhkan kualifikasi pendidikan yang cukup tinggi, serta dianggap mempunyai persyaratan yang berat. Di sisi lain sector pertanian yang menjadi gantungan hidup 70 persen lebih penduduk Papua selama beberapa tahun terakhir hanya memberikan kontribusi sebesar 20 persen. Ini, membuktikan bahwa peningkatan kesejahteraan dan penghapusan kemiskinan harus dimulai pada sector ini.
Hal tersebut, dikemukakan Asisten II Setda Provinsi Papua, Drs. W. D. Ochmbair, Rabu (31/08) pada acara penutupan kegiatan pelaksanaan Konsulatsi Regional (Konreg) PDRB se-Sulawesi, Maluku, Maluku Utara dan Papua, yang diselenggarakan di Sasana Krida Kantor Gubernur Dok II Jayapura.
Dijelaskan Ochmbair, pertumbuhan dan pemerataan yang menjadi materi pembahasan Konreg, mempunyai relevansi dengan strategi pembangunan di Papua. Secara ril, permasalahan yang seragam di Kawasan Timur Indonesia (KTI) adalah banyak potensi sumber daya alam yang belum di kembangkan. Karena adanya keterbatasan modal atau investasi dalam pengelolaan dan pengembangannya.
Potensi ini apabila sudah dapat di ekspolitasi secara baik, lanjutnya akan meningkatkan PDRB di setiap wilayah yang akhirnya dapat juga meningkatkan pendapatan perkapita penduduk atau kesejahteraan masyarakat.
Menurutnya, dengan digulirkannya Otda atau Otsus Pemerintah menginginkan untuk memperpendek upaya penghapusan kemiskinan dab meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pembangunan. Namun, dalam pelaksanaannya, karena adanya dinamika pembangunan dan antusias pembangunan yang berlebih, terkadang menimbulkan konflik kepentingan antar daerah, dalam daerah dan antar sector yang disebabkan oleh badanya persaiangan kepentingan dan perbedaan keseimbangan, sehingga menimbulkan banyak permasalahan.
Pihaknya berharap, pembangunan yang dilakukan dalam era Otsus harus tetap diletakan pada bingkai NKRI. Sehingga sentimen kedaerahan, primordialisme dan konflik kepentingan yang ada harus dapat diminimalisir atau dihilangkan. Disamping itu, dalam menumbuhkan perekonomian atau meningkatkan PDRB di KTI dan khususnya di Papua, sangat terkendala oleh minimnya sarana dan prasarana, Sumber Daya Manusia (SDM) dan belum optimalnya pemanfaatan sumber daya alam. Tantangan lainnya adalah adanya persaingan global yang semakin tajam. Sehingga memberikan tekanan pada peningkatan produksi atau nilai tambah.