Jakarta-Pelaksanaan Pilkada Gubernur Provinsi Papua dan Irian Jaya Barat (Irjabar) sebaiknya tidak tertunda-tunda dengan alasan menunggu pembentukan Majelis Rakyat Papua (MRP) karena pembentukan MRP masi diperdebatkanoleh banyak pihak, termasuk kalangan masyarakat dan tokoh Papua dan Irjabar.
Demikian diungkapkan Ketua Komisi II DPR RI Ferry Mursyidan
Baldan, Ketua Pemerintah Dewan Adat Papua Samathohe dan Ketua Komisi B DPRD Irjabar Zulchaidir dalam seminar "Implemantasi Otonomi Khusus Papua dalam Meningkatkat Kesejahteraan Masyarakat Papua", di Jakarta, selasa.
Seminar yang diselenggarakan Pusat Kajian dan Pengembangan
Parlemen (PKPP) berkerjasama dengan Forum KOmunikasi Massa DPR juga menghadirkan Pembantu rektor II Universitas Negeri Papua Ruly Wurarah, pemerhati pembangunan daerah Alisyahbana serta ahli antrologi Prof Astrid Susanto.
Seminar dimaksudkan untuk mengkritisi berbagai kebijakan
pemerintah termasuk pelaksanaan Otsus Papua dan penundaan
pelaksanaan Pilkada gubernur di dua provinsi itu.
Zulchaidir menjelaskan, saat itu ada semacam skenario untuk
membenturkan pelaksanaan Pilkada dengan pembentukan MRP. Di satu sisi, dikembangkan wacana bahwa Pilkada dilaksanakan tanpa perlu menungu MRP. Namun di sisi lain, Pilkada perlu dilaksanakan setelah terbentuk MRP. "Kami sepeti dipermainkan karena pergeseran-pergeseran kepentingan pemerintah pusat," katanya.
Sebaiknya, Pilkada tidak dibenturkan dengan pembentukan MRP dan pemerintah pusat harus bersikap tegas agar masyarakat Papua da Irjabar tidak dibingungkan oleh pergeseran kepentingan politik pemerintah pusat.
Samatohe mengungkapkan, pergeseran dan pembentukan Pilkada tidak dikaitkan dengan MRP karena ke dua hal itu berbeda. Pilkada perlu segera dilakukan untuk menghindarkan pemerintah yag definitif di kedua provinsi. Untuk Provinsi Papua, Pilkada GUbernur perlu segera dilakukan mengingat jabatan gubernur saat ini segera
berakhir. Sedangkan di Irjabar perlu segera dialkukan untuk
memberi kepastian bahwa pemerintah definitif harus segera
terbentuk agar pemekaran bisa segera dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.
Ferry mengatakan, pembentukan MRP tidak mudah karena banyak pihak yang berkepentingan . MRP akan mewadahi semua suku di masyarakat Papua yang jumlahnya ratusan. Karena itu, pembentukannya tidak semudah yang dibanyangkan. Pembentukan MRP akan membutuhkan waktu lama karena di dalamnya harus mewakili kepentingan masyarakat perempuan, tokoh agama dan tokoh adat. "Pembentukan MRP dengan komposisi seperti itu sangat tidak mudah," katanya.
Dalam kaitan ini, jika Pilkada dikaitkan dengan pembentukan MRP, maka pelaksanaan Pilkada semakin tidak pasti. "Kecuali apabial MRP bisa terbentuk 2-3 bulan, bisa saja Pilkada menunggu terbentuknya MRP. Namun apabila tidak bisa terbentuk dalam waktu singkat, sebaiknya Pilkada tidak perlu menuggu MRP," katanya.
Menurut Ferry, lambannya pembentukan MRP juga disebabkan oleh keterlambatan pemerintah menerbitkan peraturan pemerintah (PP) mengenai MRP. Sebagai salah satu solusi, PP bias saja menguatkan argumentasi bahwa pilkada untuk Irjabar dan Papua tidak perlu menunggu MRP melalui revisi atau menambah satu pasal dalam UU Otsus Papua.
"Satu pasal itu menegaskan bahwa untuk Pilkada pertama di Papua dan Irjabar tidak perlu menunggu MRP," katanya dan menambahkan, Jika tertunda-tunda dikhawatirkan terjadi kevakuman pemerintah di kedua Provinsi.
Jiaka sudah Vakum, akan timbul persoalan baru karena semua elit yang ada di kedua Provinsi akan merasa paling berkuasa. "Memang ada juga tuntutan Pilkada diiringi dengan tuntutan pengusutan penggunaan dana Otsus Papua dan Irjabar. Ya... diusut saja dana itu tanpa harus menuggu Pilkada," katanya.