Jayapura-Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Papua, Ir. Marthen Kayoi, MM, selaku fasilitator kegiatan mengatakan bahwa dalam keterangan menyampaikan Rapat Koordinasi (Rakor) Regional IV rencana penertiban peredaran hasil hutan beberapa waktu lalu, telah menghasilkan 19 rumusan yang disepakati, dan disetujui yang direkomendasikan oleh para peserta.
Menurutnya, Ke-19 rumusan tersebut diantarannya adalah melakukan peninjauan kembali atas Kuputusan Menhut nomor 6886/Kpts-II/2002 tentang izin pemungutan hasil hutan dalam suatu sistem yang terpadu, menetapkan kuota tebangan tahunan atau jatah produksi tahunanhutan alam berdasarkan potensi riel hutan lestari di masing-masing provinsi. Kemudian untuk Laporan Mutasi Kayu Bulat (LKMB) dan Laporan Mutasi Hasil Hutan Olahan Kayu (LMHHOK) diusulkan perlu ditembuskan kepada Dinas Kehutanan Provinsi dan BSPHH setempat sebagai bahan pengendalian dan permintaan peninjauan kembali Surat Edaran Menhut Nomor : SE.01/Menhut-VI/2004 tentang penjelasan penatausahaan hasil hutan yang dinilai tidak sejalan dan bertentangan dengan pasal 16 ayat (1) dan pasal 20 ayat (1) huruf (h) Kepmenhut Nomor 126/Kpts-II/2003.
Menurut Kayoi, dalam rumusan tersebut juga dinyatakan bahwa dalam rangka efektifitas dan efesiensi pelayanan penerbitan dokumen SKSHH oleh pejabat Eselon III dan apabila pejabat yang ditunjuk berhalangan atau tidak ditempat, dapat didelegasikan kepada pejabat Eselon IV yang ditunjuk Kepala Dinas Kebupatan/Kota sekaligus menandatangi SKSHH. Sehingga tidak terjadi hambatan dan keterlambatan dalam pelayanan peredaran hasil hutan.
Selanjutnya, diajukan peninjauan kembali Peraturan Menhut Nomor P.18/Menhut-II/2005 yang menyatakan bahwa, "setiap pengangkutan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) yang belum diolah (masih mentah) yang berasal dari dalam maupun dari luar hutan, tidak menggunakan dokumen SKSHH," bertentangan amanat UU Nomor 41 Tahun 1999 pasal 50 ayat (3) huruf H yang menyatakan bahwa "setiap orang dilarang mengangkut, menguasai, atau memiliki hasil hutan yang tidak dilengkapi bersama-sama dengan SKSHH."
Lebih lanjut kata Kayoi, dalam hasil rumusan juga menjelaskan bahwa perlu adanya tindak lanjut pelaksanaan Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga Menteri (Perhubungan, Kehutanan dan Perindag) Nomor KM 3 Tahun 2003, Nomor 22/Kpts-II 2003 dan Nomor 33/MPP/KEP/1/2003 tentang pengawasan pengangkutan melalui pelabuhan. Karena sampai saat ini aturan tersebut belum berjalan secara efektif, termasuk pelanggaran penggunaan kapal asing dalam pengangkutan kayu.
Disamping itu, perlu ada sinkronisasi antara Keputusan Menhut Nomor 124/Kpts-II/2003 tentang petunjuk teknis dan tata cara pengenaan, pemungutan, pembagian dan penyetoran Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) dengan Keputusan Menhut Nomor 6886/Kpts-II/2002 tentang ijin pemungutan hasil hutan.
Hal lainnya, kata Kayoi, dalam rangka efektifitas pengawasan dan pengedalian peredaran hasil hutan, maka perlu dibangun sistem pengawasan berbasis teknologi informasi yang terintegrasi antar Daerah dan Pusat. Kemudian dalam rangka menyatukan presepsi dan pemahaman terhadap peraturan perundang-undangan di bidang kehutanan, dianggap perlu dilakukan sosialisasi dan pembinaan berkala oleh Direktorat Jenderal BPK, sehingga minimal diharapkan dapat memenuhi harapan.
Ditambahkannya, Indonesia memiliki keanekaragaman hayati hasil hutan yang berupa kayu, non kayu maupun ekosistemnya merupakan kekayaan yang tidak ternilai harganya. Oleh karena itu, dalam upaya pemanfaatan hasil hutan secara lestari, berkelanjutan serta dalam rangka melindungi hak-hak negara atas hasil hutan, maka mutlak diperlukan pengendalian hasil hutan melalui penatausahaan hasil hutan. Koordinasi antara pihak-pihak terkait dirasakan sangatlah diperlukan dalam pelaksanaan tertib peredaran hasil hutan baik berupa rencana pemnafaatan tumbuhan dan satwa liar maupun pemanfaatan hasil hutan kayu.
Selain itu, diyakininya bahwa seluruh jajaran kehutanan regional IV pada prinsipnya siap melaksanakan kebijakan pembangunan kehutanan, khususnya pengedalian, pengawasan peredaran hasil hutan dengan segala konsekuensinya. Namun hal itu, perlu adanya perhatian dan dukungan moral serta fasilitas penunjang dari Departemen Kehutanan, guna mewujudkannya.**