Jangan Intervensi Urusan Papua
MERAUKE - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melontarkan peringatan keras kepada warga asing agar menjauhi kasus Papua. Menurut SBY, masalah di Papua adalah urusan dalam negeri Indonesia.
"Kita tidak menginginkan pihak luar dari mana pun datangnya untuk ikut campur urusan dalam negeri kita," kata SBY setelah memberikan sambutan dalam acara panen raya di Tanah Miring, Kabupaten Merauke, kemarin.
Itu peringatan keras ketiga SBY menyusul manuver pemerintah Australia yang memberikan visa tinggal tiga tahun kepada 42 warga Papua pencari suaka politik. Sebelumnya, merespons pemberian visa itu, SBY berencana mengevaluasi hubungan diplomatik dengan Canberra. Dia juga menegaskan tidak akan menoleransi Australia jika mendukung separatisme di Papua.
Menurut presiden, persoalan di Papua akan diselesaikan dengan cara Indonesia. Campur tangan asing tidak perlu. "Sekali lagi, saya ingin menyelesaikan masalah Papua dengan cara damai, adil, dan bermartabat."
Pemberian suaka politik, kata dia, tidak tepat dan mencoreng harga diri bangsa Indonesia. Seharusnya, sebelum memberikan visa kepada para pencari suaka yang ternyata anggota gerakan kemerdekaan Papua Barat itu, Canberra berkonsultasi dengan Jakarta. "Sehingga ada opsi yang lebih baik," katanya.
Presiden lantas menceritakan, sebelum kasus pemberian suaka tersebut, hubungan Jakarta dengan Canberra sangat baik. Itu tecermin dari kunjungan kedua kepala pemerintahan ke masing-masing negara. Selain itu, pemerintah Australia menunjukkan simpati atas bencana di Aceh dan Nias dengan memberikan bantuan yang sangat besar.
"Tetapi, setelah peristiwa itu, saya hanya bisa berharap ada niat baik dan keterbukaan untuk betul-betul menyelesaikan masalah antardua negara," ujarnya.
Dalam acara panen raya tersebut, SBY juga bercerita bahwa dirinya meminta Menlu Hassan Wirajuda agar menjelaskan kepada PM John Howard maupun Menlu Alexander Downer bahwa tidak ada kekerasan oleh aparat keamanan di Papua.
Dalam kurun 1,5 tahun terakhir, kata presiden, dirinya tidak melihat kasus yang bisa disebut pelanggaran HAM (hak asasi manusia) di Papua. "Kami akan terus persuasif dalam menangani setiap masalah di Papua."
Presiden saat memberikan sambutan itu beberapa kali menghela napas sebelum meneruskan kalimatnya. "Warga Papua jangan sampai terpengaruh ajakan siapa pun, baik dari dalam maupun luar negeri, yang bisa menciptakan masalah baru," imbau SBY yang disambut tepuk tangan peserta panen raya.
Terkait dengan kekayaan alam Papua, menurut presiden, pemerintah pusat tidak pernah berpikir untuk mengeksploitasi. Apalagi kemudian dimanfaatkan untuk mengembangkan daerah-daerah lain. "Kekayaan Papua akan dikembalikan untuk rakyat Papua."
Reaksi John Howard
Sementara itu, dari Canberra, John Howard menyiratkan keinginannya untuk bisa segera berbicara dengan Presiden SBY. Dia ingin membahas ketegangan hubungan diplomatik kedua negara. Dalam kesempatan itu, Howard tidak bisa memastikan kabar mengenai adanya enam lagi WNI asal Papua yang tiba di Australia.
Howard menyatakan memahami reaksi keras Jakarta, tetapi tetap optimistis bahwa hubungan bilateral Indonesia-Australia cukup kuat untuk tetap bertahan. "Ini menyangkut isu bahwa bagaimana kasus ini sangat sensitif bagi Indonesia dan kami memahami hal itu," katanya seperti dikutip ABCNews kemarin.
"Seperti yang saya sampaikan kepada Presiden SBY, adalah kebiasaan saya berdiskusi dengan siapa saja dan kemudian bicara tentang mereka setelah itu," tambah Howard.
Meskipun berulang-ulang menyatakan ingin menjaga hubungan baik, sejumlah tokoh politik di Australia pesimistis langkah Howard itu membawa hasil. Seorang tokoh Partai Buruh, Kevin Rudd, mengatakan, Howard seharusnya menelepon Presiden SBY. "Sangat berbahaya jika kita melihat hubungan Indonesia-Australia keluar dari kontrol," katanya.
Sementara itu, seorang pelaku pasar uang Peter Costello mengatakan, seharusnya Australia tidak membiarkan hubungan buruk itu terjadi. "Indonesia menilai kita sebagai teman yang berharga dan tak seorang pun ingin merusak hal ini. Tak ada seorang pun warga Australia yang menginginkan hubungan buruk dengan Indonesia," ungkapnya.
Sementara itu, mengenai absennya Indonesia dalam latihan keamanan bersama di Darwin pekan ini, Menteri Pertahanan Australia Brendan Nelson tidak mempersoalkan. Ketidakhadiran Indonesia tidak bersangkut-paut dengan pemberian visa kepada 42 warga Papua.
"Ini bukan sesuatu yang penting apakah suatu negara mau ikut latihan ini atau tidak. Pemerintah Indonesia punya hak untuk memutuskan hal tersebut. Tidak ada alasan untuk mengkritik. Itu murni keputusan Indonesia," kata Nelson. (fan/afp/jpnn)