Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Papua, membantah pengembangan rumput laut di Biak Timur mengalami kegagalan panen. Pihak perikanan memang mengakui bahwa pengembangan rumput laut tidak berhasil 100 persen seluruhnya, namun mereka memastikan bahwa tingkat keberhasilan pengembangannya dapat mencapai diatas 60 persen.
Kasubdin Produksi Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Papua, Julius Papilaya, kepada wartawan mengatakan, pengembangan rumput laut di Biak Timur, yakni diwilayah Aoki dan Nusi, memang tidak seluruhnya mengalami keberhasilan panen. Namun, dirinya menjamin bahwa keberhasilan pengembangan komoditi itu, hingga pada saat masa panen, bisa mencapai 60 persen keatas.
Dipaparkan, factor penghambat pengembangan komoditi ini, adalah lebih cenderung kepada factor alam dan SDM. Untuk factor alam, lanjutnya, para pembudidaya terkendala dengan ombak atau arus yang terlalu besar pada saat penanaman. Sedangkan untuk factor SDM, para pembudidaya kemungkinan besar tidak memperhitungkan dengan baik, waktu atau momentum yang paling pas untuk melakukan penanaman rumput laut.
Secara tegas, dirinya juga membantah apabila pengembangan rumput laut dikatakan mengalami kegagalan. Pihaknya menilai bahwa informasi kegagalan itu sangatlah tidak bena dan tidak sesuai dengan kenyataan yang terjadi di lapangan. ?Jadi kalau ada informasi bahwa pengembangan rumput laut gagal itu, ya itu adalah informasi yang tidak benar karena kegiatan dan kenyataan di lapangan tidak seperti itu,? ujarnya dingin,? tegas Papilaya saat mendampingi Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Papua, Ir. Astiler Mahardja, diruang kerjanya, Kamis (8/6) pagi.
Sementara itu, Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Papua, Ir. Astiler Mahardja mengatakan dalam upaya peningkatan kualitas SDM pembudidaya rumput laut, Dinas Perikanan akan menempatkan Tenaga Pendamping Teknis (TPT), yang diharapkan bisa mendorong peningkatan ketrampilan masyarakat pembudidaya.
Disamping TPT, lanjutnya, ditahun anggaran ini, Dinas Perikanan akan mencoba memagangkan kembali para pembudidaya rumput laut, didaerah-daerah pengembangan rumput laut, seperti di Bali dan NTB. Hal demikian, bertujuan agar mereka (pembudidaya rumput laut ?red) dapat memiliki wawasan dan kualitas SDM yang tinggi. ?Jadi memagangkan para pembudidaya ini sama dengan studi banding. Mereka juga akan praktek disana, tentang bagaimana cara pembudidayaan yang baik serta hal teknis lainnya, dengan harapan, wawasan mereka akan semakin meningkat, dan pengetahuan maupun ketrampilan mereka semakin berkembang, termasuk masalah penanganan rumput laut setelah panen. Karena ini sangat perlu, dan bagaimanapun apabila penangananya tidak dilakukan dengan baik, maka rumput laut itu sewaktu paska panen, akan rendah kualitasnya,? kata Astiler.
Ditanya wartawan, terkait dengan pangsa pasar rumput laut di Papua, kata Astiler ?untuk rumput laut memang sudah ada pasar baik didalam maupun dan luar negeri. Namun hasil panen yang didapatkan relatif dalam jumlah yang kecil, sedangkan permintaan dalam jumlah yang besar. Sebagai contoh pada saat pelaksanaan pasar expo di Jakarta. Memang cukup banyak permintaan, antara lain dari Surabaya, Ujung Pandang, maupun pasar dari luar negeri. Tapi persoalannya, karena produksi kita masih kecil. Ini mengakibatkan belum ada pembeli yang mengambil dari Papua. Untuk itu, kali ini kita kembangkan 10 hektar sehingga bisa memenuhi permintaan pasar,? akuinya..
Ditambahkan, target Dinas Perikanan kedepan adalah menjadikan Biak sebagai kota industri pengembangan rumput laut. Upaya ini telah direspon oleh Pemerintah Pusat dengan menyediakan modal bagi pembudidaya rumput laut, antara lainnya diYapen sebesar Rp. 4,5 milyar, Supiori sebesar Rp. 2,5 milyar, dan Biak sebesar Rp. 1 milyar. Namun, kata Astiler, penyediaan dana itu, diberikan dalam model proses perbankan.
?Ini kami harapkan untuk memacu pembudidaya laut kedepan. Selain itu, untuk itu tenaga teknis pendamping, tenaga magang dan lainnya juga harus ikut memacu menjadikan Biak sebagai kawasan pengembangan rumput laut,? paparnya.
Sebelumnya, melalui sumber bisnis, pengembangan rumput laut di Biak Timur dilaporkan mengalami kegagalan. Belum jelas apa penyabab dan factor utamanya, namun dari program pengembangan itu, dana yang telah dihabiskan adalah sebanyak Rp. 1 milyar lebih. Anehnya lagi, program budidaya rumput laut telah dikembangkan sejak tahun 1990 ? an.
Menurut Dinas Perikanan, kendala yang dihadapi akibat kurang memadainya SDM masyarakat pembudidaya dan factor alam. Namun, hal itu sebenarnya bukan harus menjadi suatu alasan dan tameng bagi instansi itu untuk membela diri. Seharunya sejak dikembangkannya pembudidayaan rumput laut di Papua pada tahun 1990, dalam kurun waktu 16 tahun tentunya sudah harus ada proteksi awal yang dibuat untuk menjadi formula terbaik tentang penangan kendala-kendala yang dihadapi. Karena, apabila setiap tahun ada sekian persen kegagalan panen, maka sampai kapan faktor SDM dan alam akan dijadikan sebagai alasan utama apabila kembali terjadi gagal panen, padahal dana yang dikeluarkan bukanlah dalam jumlah yang tergolong sedikit.**