Seiring dengan adanya rencana kunjungan kenegaraan Presiden Susilo Bambang Yudoyono dengan Perdana Menteri Papua New Guinea (PNG) di daerah perbatasan Skow (RI) ? Wutung (PNG), dalam rangka peresmian jalur lintas batas Jayapura ? Vanimo, Pemerintah Provinsi Papua bekerja sama dengan Kadin Provinsi Papua, telah membentuk pasar perbatasan yang bernama Marketing Point untuk kedepan dikelola sebagai pasar eksport ? import, dalam upaya untuk memacu perekonomian daerah.
Tak hanya itu, Pemrov Papua telah menyiapkan sejumlah dana, baik yang bersumber dari APBN maupun APBD, untuk membangun berbagai fasilitas yang diperlukan, guna mendukung program pembukaan jalur lintas batas antar negara ini.
Peluang yang baik ini, ternyata mendapat respon dari para pedagang di Kota Jayapura untuk mengembangkan usahanya diberbagai stand yang disediakan oleh manajemen Marketing Point di perbatasan. Sebagian besar para pedagang yang tidak mendapat bagian di Marketing Point pun, dengan inisiatifnya sendiri mendirikan stand-stand hingga membentuk sebuah komunitas pasar ?x?, yang besarnya tak kalah jauh dibandingkan dengan pasar Marketing Point.
Namun, kehadiran pasar ?x? ini tidak mendapat pengakuan dari Pemerintah Provinsi Papua, bahkan manajemen Marketing Point. Pasar itu kini telah bertumbuh kian membesar dan tidak beraturan keberadaannya. Padahal, dalam kurun waktu 1 ? 2 bulan kedepan, Presiden akan mengunjungi daerah itu.
Belum lagi, hingga saat ini, baik Pemerintah Provinsi Papua maupun Pemerintah Kota Jayapura, belum membuat master plan pengembangan daerah perbatasan. Dengan demikian, maka tata ruang daerah perbatasan masih terlihat ?kurang jelas? dan tidak teratur.
Berkaitan dengan ini, Manager Marketing Point, George Waromi, mempertanyakan master plan pengembangan daerah perbatasan. Menurutnya, pembuatan master plan pengembangan daerah perbatasn ini, perlu secepatnya dilakukan oleh pemerintah, sebelum Presiden berkunjung ke daerah perbatasan. Sehingga, apabila akan dilakukan pemindahan maupun penggusuran pasar ?x? atau lainnya, akan ditentukan nantinya oleh master plan itu.
?Dari rapat perbatasan kita sudah sarankan agar harus ada master plan yang jelas untuk daerah perbatasan, bagi semua kelengkapan yang ada di daerah perbatasan. Sehingga putusan untuk pasar ?x? itu nantinya akan dilihat pada master plan itu,? paparnya kepada wartawan di Kantor Kadin Provinsi Papua, Selasa (13/6) kemarin.
Dikemukakan, kehadiran pasar ?x? yang tepat berlokasi didepan pasar Marketing Point, katanya, sama sekali tidak mengganggu aktivitas pasar Marketing Point. Dirinya mengaku bahwa kehadiran para pedagang di pasar itu, adalah hal yang lumrah dan perlu juga mendapat perhatian dari pemerintah.
George mengaku, sebagian besar para pedagang yang berjualan di pasar ?x?, sebelumnya mengembangkan usahanya di stand-stand Marketing Point. Namun, sesuai dengan mekanisme dan aturan yang berlaku, dan karena barang dagangan para pedagang itu tidak memenuhi criteria eksport - import, maka segera dilakukan pengambilan langkah tegas untuk tidak menerima kembali para pedagang di stand-stand Marketing Point yang disediakan.
?Memang dulu mereka bergabung dengan kita dan berada didalam pasar marketing point, tetapi karena mereka tidak memenuhi prosedur sebagai pedagang di pasar perbatasan, kita mengambil sikap untuk memberhentikan mereka berjualan dipasar Marketing Point dan itu sekarang mereka pindah menjadi pasar x,? akunya.
Dikemukakan, melalui informasi yang diterimanya, pemberian izin pembukaan stand-stand di lahan pasar ?x?, diberikan oleh Ondoafi Wutung. Sehingga sulit untuk melakukan larangan bagi para pedagang berjualan di lokasi lahan pasar ?x?.
Merujuk pada penyelesaiannya, kata George, perlu ada kebijakan pemerintah untuk pengembangan daerah perbatasan, termasuk mengakomodir para pedagang di kawasan pasar ?x?. Karena, apabila hal ini dibiarkan mengendap lebih lama, maka akan menimbulkan efek buruk yang lebih besar dan akan berdampak pada pengembangan perekonomian daerah perbatasan.
?Pemerintah harus cepat mengambil tindakan, karena membiarkan masalah ini lebih lama, hanya akan menimbulkan efek buruk yang akan berdampak pada peningkatan perekonomian di daerah perbatasan,? ujarnya.**