Ketua Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Provinsi Papua, Ferry Kareth, SH, M.Hum menilai, adanya aspirasi yang berkembang agar jabatan Bupati dan Wakil Bupati harus dijabat oleh orang asli Papua, adalah upaya untuk mematikan tumbuhkembangnya demokrasi. Karena bagaimanapun, lanjutnya, aspek NKRI tidak boleh dikorbankan dan itu sudah merupakan harga yang tidak bisa ditawar-tawar lagi.
Kepada wartawan diruang kerjanya, kemarin, kareth menegaskan sebaiknya ?orang memahami dulu baru berbuat?, sebab aspirasi tersebut belum tentu mendapat persetujuan dari seluruh komponen masyarakat.
?Saya pikir bagaimanapun juga kita sudah bangun komitmen untuk NKRI, jadi apapun yang ditampilkan harus diperhitungkan, sebab kalau kalau itu yang terjadi maka pembangunan akan berjalan mundur dan maju.
Pikiran-pikiran seperti itu, sebenarnya mematikan tumbuhkembangnya demokrasi, ini jelas, karena kalau rakyat maunya harus ada campur-campur wakil dari sana-sini mengapa DPR maunya harus begitu, ini kan mematikan demokrasi, padahal kita semua setiap warga negara kita punya kewajiban untuk ikut mendorong dan menciptakan ruang untuk suburnya demokrasi dan HAM di negeri ini,? jelasnya.
Menurut Karet, KPUD sebagai lembaga independen non politik, tidak ingin dipersalahkan tidak berkeinginan untuk mengikuti ?kemauan orang tanpa aturan?.
KPUD Provinsi, Kabupaten/Kota se-Papua, lanjutnya, dalam melaksanakan fungsi, tugas maupun kinerjanya, itu berpegang pada ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Kareth menjelaskan, syarat dimana agar Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah harus orang asli Papua, hanya berlaku untuk pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur atas dasar hukum UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otsus bagi Papua. Sedangkan untuk pemilihan Bupati dan Walikota, dalam UU Otsus tidak mensyaratkan harus seperti itu.
Lebih lanjut dikatakan, dasar hokum lainnya untuk berlakunya pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, terdapat pada UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, PP Nomor 6 Tahun 2005, yang merupakan pelaksanaan dari UU Nomor 32 dan UU Otsus.
Kemudian yang menjadi dasar hukum yang diberlakukan untuk pemilihan Bupati dan Wakil Bupati atau Walikota dan Wakil Walikota itu, hanya diberlakukan dua ketentuan, yakni UU Nomor 32 Tahun 2004 dan PP Nomor 6 Tahun 2005. Dan ketentuan yang berlaku pada UU Otsus, tidak berlaku bagi pemilihan Kepala Daerah diwilayah kabupaten/kota, terkait dengan pemilihan Kepala Daerah.
?Jadi, konkritnya kalau untuk pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur dia mengacu pada UU Otsus, sehingga Kepala dan Wakil Kepala Daerah itu mustinya orang asli Papua. Tapi kalau Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota itu, hanya mengacu pada UU 32 dan PP Nomor 6. Sehingga jelas kalau dalam pemilihannya bisa campur-campur antara orang Papua dan pendatang,? paparnya.
Ditambahkan, apabila memang harus seperti itu, bahwa Kepala daerah dan Wakil Kepala Daerah kabupaten/kota harus orang asli Papua, maka DPRP dan MRP harus membuat peraturan yang mengatur tentang hal itu. Sehingga demikian, KPUD sebagai pelaksana pemilihan Kepala Daerah, punya dasar hukum bekerja.
?Oleh karena itu, kalau ada hal semacam itu, ya jelas itu sah-sah saja ya. Tetapi supaya ada dasar hukum bagi KPUD ini untuk bekerja, ya, silahkan dibuat aturannya oleh DPRP dan MRP, sehingga bisa menjadi dasar bagi kami di KPUD,? tegasnya.**