Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Provinsi Papua memastikan, angka kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di bumi cenderawasih masih cukup tinggi.
Hanya saja, sampai saat ini belum ada data yang akurat, akibat sering terjadi dobel pencatatan pada setiap laporan yang masuk, di setiap lembaga terkait.
“Makanya hari ini kami kumpulkan beberapa mitra terkait untuk ikut pelatihan. Sehingga data kedepan bisa lebih valid serta terintegrasi sistemnya. Karena selama ini, ada satu kasus lapor di kepolisian, kemudian lapor di dinas pemberdayaan perempuan maka tercatat lebih dari satu kali”.
“Untuk itu, kedepan diharapkan melalui kegiatan ini datanya bisa terintegrasi dan terpadu mulai dari rumah sakit, kepolisian serta unit pelayanan perempuan dan anak,” terang Kepala Dinas PPPA Papua, Anike Rawar, pada Pelatihan Sumber Daya Manusia Penyedia Layanan terkait dengan Aplikasi Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni-PPA), di Jayapura, Selasa.
Ia katakan, aplikasi SIMFONI tersebut saat ini sudah mulai dapat diakses secara up to date, ril time dan akurat lewat website www.kekerasan.kemenpppa.go.id. Dimana semua unit layanan penanganan korban kekerasan perempuan dan anak di tingkat nasional, provinsi dan kabupaten serta kota dapat mengoperasikannya.
“Makanya pada kesempatan ini kami berterima kasih kepada Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlinduangan Anak yang membiayai kegiatan ini. Melalui kegiatan ini, kita harap pendataan bagi korban kekerasan bisa lebih baik dan valid,” harap ia.
Sebelumnya, Anike menyoroti pemahaman masyarakat bumi cenderawasih mengenai isu gender di Papua yang masih sangat lemah. Lebih khusus di kalangan para perencana program maupun kegiatan terkait.
Hal itu pula, sambungnya menjadi hambatan dan tantangan yang harus dihadapi, karena menyebabkan penganggaran kegiatan di daerah, belum sepenuhnya mengidentifikasi dan mengintegrasikan isu gender kedalam kebijakan maupun program kerjanya.
“Makanya, kita ingin dorong terus penguatan kelembagaan pengarusutamaan gender, melalui pembentukan kelompok kerja, focal poin gender maupun tim teknis analisis anggaran daerah ditingkat pemerintah provinsi dan kabupaten/kota,” pungkasnya.