JAYAPURA - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata meminta kepada seluruh kepala daerah di Papua untuk memperkuat tata kelola pemerintahan yang baik di daerahnya masing-masing.
“Terkait program pencegahan korupsi, KPK mendorong implementasi delapan fokus area yang kami petakan berdasarkan risiko korupsi dari pengalaman penanganan perkara korupsi oleh KPK,” kata Alex dalam sambutan rapat Koordinasi Supervisi Pencegahan Korupsi Terintegrasi di Wilayah Papua, bertempat di Kantor Gubernur, Selasa, 23 November 2021
Berdasarkan catatan KPK, lanjut dia, skor rata-rata upaya pencegahan korupsi di wilayah Papua yang meliputi delapan area terangkum dalam Monitoring Center for Prevention atau disebut MCP, dinilai masih rendah.
Dengan skala skor 0 hingga 100 persen, pada 2018 hingga 2020, sambungnya, tercatat skor rata-rata wilayah Papua 25 persen, 34 persen, dan 25 persen. Sedangkan 2021 ini, lanjutnya, masih di angka 9 persen dibandingkan skor rata-rata nasional 46 persen.
“Dari capaian MCP, masih banyak pekerjaan rumah yang harus dilakukan oleh pemda di Papua,” tegas Alex.
Alex juga mengingatkan, kunci keberhasilan pencegahan korupsi tidak lain adalah komitmen kuat pimpinan daerah, yaitu kepala daerah bersama-sama pimpinan DPRD.
Selain itu, Alex juga meminta setiap insan pada jajaran birokrasi, baik di bidang eksekutif maupun legislatif untuk menjaga integritas dan terus memperkuat tata kelola yang terintegrasi. Secara khusus Alex meminta agar kepala daerah melakukan pemberdayaan terhadap aparatur pengawasan intern pemerintah (APIP). Harapannya, agar inspektorat dapat melakukan pengawasan yang memadai.
Selain soal pengawasan oleh Inspektorat, Alex juga mengingatkan tentang pentingnya kehadiran negara dalam mengatasi persoalan aset khususnya tanah di Papua. Menurutnya, sangat rawan jika aset tidak memiliki alas hukum yang sah. Karenanya, kata Alex, pihaknya terus mendorong percepatan sertifikasi aset sebagai bentuk pengamanan demi mencegah terjadinya kerugian keuangan negara atau daerah karena aset yang beralih dan dikuasai pihak ketiga yang tidak berhak.
Dia juga menyadari persoalan setiap daerah berbeda-beda. Dengan mempertimbangkan kekhususan budaya dan status Papua sebagai daerah otonomi khusus, Alex menyarankan, dibentuknya sebuah lembaga adat yang sah dan diakui yang bertindak untuk dan atas nama masyarakat Papua. Harapannya, tidak terjadi klaim atau kasus tanah yang terus berulang. ***