Menurut Manajer Pengembangan Bisnis PT Sysco Systems Indonesia Tony Seno Hartono, TV kabel berlanggan akan mendapat pesaing baru dari pengembangan teknologi berbasis internet yang bisa mengirimkan data berbentuk video. Terlebih lagi, teknologi itu memanfaatkan jaringan kebel telepon yang sudah banyak tersambung di rumah-rumah konsumen. Akibatnya, operator tidak perlu lagi membuat jaringan baru yang memakan biaya besar. Sebab, melalui pengembangan teknologi yang kini digalakkan PT Telekomunikasi Indonesia tbk, satu kabel bisa dimanfaatkan untuk berbagai layanan pengiriman data, termasuk suara dan video. ”Sehingga, bila sebuah ruamh sudah dimasuki kabel berkemampuan IPTV, rumah itu tidak perlu lagi langgan TV kabel atau satelit. Bisa dibilang, ini ancaman baru bagi penyedia TV kabel atau satelit,” ujar Tony, Minggu (17/9).
Berbagai macam kelebihan yang ditawarkan IPTV ketimbang TV kabel atau satelit, salah satunya kemampuanuntuk merekam atau menghentikan gambar (pause) saat tayangan tersebut disiarkan. Bahkan, tayangan itu bisa diakses secara mobile tanpa harus berada di dalam rumah. Sebab, terdapat alat yang disebut set of box, yang berfungsi seperti decoder, sehingga melalui internet, tayangan itu dapat dinikmati dari jarak jauh. Kelebihan lainnya, seperti dijelaskan Chief Technical Officer Alcatel di Indonesia Dirk Wolter, IPTV yang diluncurkan Alcatel menyediakan layanan komunikasi melalui televisis dan nonton bareng bersama sesama pelanggan IPTV. Alcatel juga menyediakan fasilitas kepda pelanggan untuk membuat tayangan televisi sendiri yang dapat dinikmati pelanggan lainnya.
Sayangnya, diakui Dirk, harga layanan IPTV yang ditawarkan kepada masyarakat di Bandung, maupun di kota-kota lain, masih terlalu tinggi, sehingga belum bisa dinikmati oleh semua lapisan masyarakat. Oleh karena itu, segmen yang ditarget awal pelanggan IPTV ini masih pasar menengah atas, hotel-hotel, maupun penghuni apartemen. Mengenai tarif, harga langgan yang ditawarkan tidak jauh berbeda dengan TV kabel satelit, berkisar Rp 300.000 per bulan, ditambah perlengkapan decoder yang harganya kurang dari Rp 1 juta. Setiap kanal televisi hanya menggunakan sekitar 2-4 mega bite per second dengan kualitas gambar yang setara dengan tayangan TV yang saat ini sudah ada, bahkan tersedia tayangan dengan layanan multilingual. ”Di Indonesia, sebaiknya IPTV dikenalkan dengan flat tariff, sebab model pembayaran itu yang lebih disukai konsumen kita,” kata Tonny.
Menurut Tony, sejumlah kota besar, termasuk Bandung, saat ini sudah bisa mengakses IPTV, melalui jaringan kabel telepon ataupun kabel listrik. Idealnya, jaringan itu membutuhkan kualitas kabel yang bagus, tetapi kebanyakan kabel yang sudah terpasang banyak yang berkualitas rendah. Dirk menambahkan, tahun 2007 nanti, akses IPTV sudah bisa mulai dinikmati di Bandung, meskipun belum semuanya wilayah terlayani dengan baik. ”Murah atau tidak harganya, serta kapan IPTV mulai bisa dinikmati masyarakat bergantung kemampuan operator menyediakan jaringan yang memadai,” kata Dirk.