Presiden Majelis Umum PBB, H.E. Mr. Jan Eliasson menyampaikan pesan kepada Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat/Ketua Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Nasional mengenai ringkasan dari pertemuan Working Lunch with HIV and Vulnerability.
Konsep Vulnerability telah berubah sehingga tidak ada lagi yang tidak rawan terinfeksi HIV.
Dalam surat yang ditujukan kepada Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat/Ketua Komisi Penanggulangan AIDS Nasional, Presiden Majelis Umum PBB H.E. Mr. Jan Eliasson menyampaikan bahwa saat ini konsep vulnerability telah berubah sehingga tidak ada lagi kelompok yang tidak rawan terinfeksi HIV. Dalam rangkuman hasil Working Lunch with HIV and Vulnerability yang diselenggarakan di New York juga disampaikan bahwa respons terhadap AIDS tidak akan efektif tanpa adanya keinginan dan komitmen politik untuk melakukan aksi kongkrit.
Working Lunch with HIV and Vulnerability di New York, yang diselenggarakan pada tanggal 1 Juni 2006 dan dihadiri oleh 140 partisipan yang terdiri dari para Kepala Negara dan Pemerintahan, Menteri, Ibu Negara, Wakil Badan PBB serta orang dengan HIV atau ODHA.
Lebih lanjut H.E. Mr. Jan Eliasson mengatakan bahwa pertemuan tersebut berlangsung sukses untuk mengumpulkan para Kepala Negara dan Pemerintahan, Menteri, Ibu Negara, dengan orang dengan HIV untuk saling membagi dan belajar satu dengan yang lain.
Dalam rangkuman dari pertemuan tersebut diketahui, konsep vulnerability telah berubah dan tidak ada kelompok atau penduduk yang tidak rawan terkena HIV. Kemiskinan, kekerasan (khususnya kekerasan dalam rumah tangga), stigma dan diskriminasi, pendidikan yang kurang memadai dan faktor lainnya akan menambah tingkat kerawanan terhadap infeksi HIV.
Pencegahan merupakan kunci untuk mengurangi tingkat kerawanan. Demikian pula bagi upaya pencegahan harus menjangkau setiap orang. Orang-orang yang mempunyai risiko tinggi terinfeksi HIV harus terlibat dalam setiap tingkatan upaya pencegahan AIDS. Penting untuk melibatkan orang yang hidup dengan HIV, kelompok masyarakatsipil, organisasi keagamaan, dan para pemimpin kebudayaan dalam upaya memerangi HIV dan AIDS.
Orang muda adalah kelompok yang sangat rentan terhadap penularan HIV karena itu pendidikan mengenai HIV dan seks harus dimulai dari sekolah. Feminisasi penyakit AIDS yang semakin meningkat membutuhkan upaya/program khusus ditujukan kepada wanita. Fokus khusus perlu ditujukan kepada anak perempuan dan wanita yang positif terkena HIV/AIDS. Para lelaki harusterlibat dalam berbagai inisiatif yang dapat mengurangi tingkat kerawanan ODHA perempuan.
Disisi lain, semua teknik pencegahan yang tersedia, harus digunakan dan perhatian khusus harus ditujukan pada pencegahan untuk kelompok orang yang beresiko tinggi terinfeksi HIV (harm reduction, terapi substitusi, program untuk pekerja seks komersial).
Semua inisiatif pun harus berlandaskan pada pendekatan hak asasi manusia. Serta respons terhadap AIDS tidak akan efektif tanpa adanya keinginan dan komitmen politik untuk melakukan aksi nyata. Selain itu, dibutuhkan pengobatan, perawatan, dan dukungan untuk para odha sama pentingnya dengan pencegahan untuk mengurangi tingkat kerawanan terhadap infeksi HIV.**