Untuk dapat memberikan kontribusi yang nyata dalam proses mewujudkan keadilan dan kesejahteraan sosial bagi masyarakat, Badan Pertanahan Nasional (BPN) perlu menjalankan 4 prinsip dari 11 agenda BPN – RI, sebagai jiwa, semangat, maupun acuan dari setiap kebijakan program maupun proses pengelolaannya. Keempat prinsip tersebut, pertama, pertanahan harus memberikan kontribusi secara nyata untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat serta melahirkan sumber-sumber baru kemakmuran rakyat. Kedua, pertanahan perlu berkontribusi secara nyata guna meningkatkan tatanan kehidupan yang lebih berkeadilan dalam kaitannya dengan pemanfaatan, penggunaan, penguasaan dan pemilikan tanah. Ketiga, pertanahan dituntut menjamin keberlanjuta dalam system kemasyarakatan, dengan memberikan akses seluas-luasnya, dan yang keempat menciptakan tatanan kehidupan bersama secara harmonis dengan mengatasi berbagai sengketa dan konflik pertanahan. Keempat prinsip ini merupakan kunci acuan maupun indicator pendukung kesejahteraan masyarakat, juga sekaligus menjadi fungsi kontrol atas pengelolaan pertanahan di tanah air.
Hal itu, seperti disampaikan Kepala BPN RI, Joyo Winoto, Ph.D, dalam sambutannya, yang dibacakan Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) BPN Provinsi Papua, Emmiel Poluan, pada upacara memperingati Hari Agraria Nasional, yang digelar di Halaman Kantor BPN Papua, Senin (25/9) pagi.
Dikemukakan, dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekaligus untuk melahirkan sumber-sumber baru bagi kemakmuran rakyat, maka pengelolaan pertanahan harus mengalir sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. “Aset-aset tanah yang masih tidur harus dibangkitkan, didaftar, diberi hak, dan dijamin kepastiannya. Karena dengan cara ini, tanah dapat menjadi asset produktif sekaligus memberikan rasa aman, kata Jayo Winoto. Menurutnya, dalam kerangka melakukan percepatan pendaftaran dan perolehan hak tanah bagi masyarakat, BPN RI telah mengembangkan 3 pola percepatan, yakni melakukan proses percepatan pendaftaran dan perolehan hak atas tanah untuk masyarakat kurang mampu dan masyarakat yang bergerak di sector informal, kemudian melalui pola sertifikat massal swadaya atau sms, dan dilingkungan pemerintahan. Disamping menggunakan kegita pola ini, lanjutnya, BPN juga merombak Standar Prosedur Operasional (SPO) yang selama ini digunakan, dengan mengembangkan system informasi dan manajemen pertanahan yang baik untuk nantinya diterapkan diseluruh Indonesia. Hal ini agar, fungsi pertanahan kedepan dapat melahirkan struktur kehidupan bersama yang lebih baik dan sekaligus memberikan akses yang lebih terbuka atas tanah pada generasi-generasi yang akan datang.
“Untuk ini juga pemerintah mulai tahun ini dan ditahun yang akan datang akan melakukan inventarisasi dan pemetaan tanah-tanah diseluruh Indonesia. Pemetaan ini untuk memastikan sempurnanya pendaftaran tanah, serta untuk mengidentifikasi tanah-tanah yang telah termanfaatkan secara optimal atau belum,” jelasnya. Joyo Winoto menambahkan, saat ini sudah waktunya menyelesaikan sengketa dan konflik pertanahan di tanah air. “Kini waktunya untuk berbenah guna memastikan tidak lagi lahir sengketa dan konflik baru dengan menata lembaga pertanahan. Saya juga menginstruksikan jajaran BPN untuk bekerja sama dengan Pemerintah Daerah dalam rangka mendekatkan substansi pertanahan dan lambaga pertanahan dengan rakyat secara langsung,”
serunya.