JAYAPURA - Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Papua menjelaskan salah satu penyebab maraknya penyelundupan satwa liar setempat, karena kurangnya personil yang melakukan pengawasan di bandara maupun pelabuhan.
Dilain pihak, banyak akses atau pintu keluar wilayah Papua, turut memberi andil pada penyelundupan satwa liar Papua.
"Polhut di wilayah kerja kami itu cuma 36 orang, sementara kami membawahi empat provinsi.”
“Tentu saja kondisi ini berimbas terhadap banyaknya penyelundupan satwa liar dari Papua," kata Kepala Bidang Teknis BBKSDA Papua, Yulius Palita, Kamis.
Kendati demikian, untuk mengantisipasi kondisi itu BBKSDA Papua telah membangun kerjasama dengan pihak terkait, seperti kepolisian, karantina dan lainnya.
"Kami juga terbantu dengan pihak maskapai yang saat ini sudah lebih peduli terhadap kelestarian satwa liar ini," ucap Yulius.
Selain itu, sosialisasi terkait regulasi perlindungan satwa liar juga telah diberikan bagi petugas di bandara dan pelabuhan.
"Harapannya dengan edukasi regulasi dan kerjasama ini bisa memaksimalkan pencegahan penyelundupan satwa liar Papua," tutur ia.
Sementara ia mengaku telah menerima ratusan translokasi satwa liar sejak 2021 hingga 2024.
Tercatat sebanyak 42 satwa liar Papua seperti kura-kurang moncong babi dan buaya yang dikembalikan pada 2021.
Satwa liar Papua ini dikembalikan dari Jawa Timur, Jawa Tengah, Sulawesi Utara dan lainnya.
"Kemudian di 2022 itu tercatat sekitar 36 ekor jenis burung maupun reptil. Tetapi sebagian besar ini satwa yang tidak dilindungi," kata dia.
Lanjutnya pada 2023, pihaknya menerima 69 jenis satwa liar yang berasal dari Jakarta, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan. Terakhir pada 4 November 2024, pihaknya menerima 75 ekor satwa luar di antaranya sanca hijau, kadal dan biawak.
"Ini yang dikembalikan ke Jayapura, kalau yang dikembalikan ke Timika itu dari catatan kami ada sekitar 7.631 ekor. Sebagian besar jenis kura-kura moncong babi yang dipulangkan dari luar Papua," tandas ia. ***