Pertemuan pemimpin ekonomi APEC ke-14 yang diikuti Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, resmi ditutup dengan pembacaan Ha Noi Declaration oleh Presiden Vietnam Nguyen Minh Triet, di hall National Convention Center, Hanoi, Vietnam, Minggu (19/11) sore. Sidang selama dua hari yang diikuti 21 pemimpin ekonomi membahas tema Towards One Dynamic Community for Sustainable Development and Prosperity.
“Dengan komitmen yang kuat untuk meraih stabilitas, keamanan dan kemakmuran bagi kawasan Asia-Pasifik, kami sepakat untuk berusaha merealisasikan tujuan APEC, perdagangan dan investasi bebas dan terbuka,” kata Presiden Nguyenn dalam bahasa Vietnam. “Kami berdedikasi untuk mencegah ancaman pembangunan berkelanjutan, membangun iklim bisnis yang aman dan nyaman, dan memperluas keamanan warga negara.” Para pemimpin ekonomi APEC itu menyetujui Ha Noi Action Plan sebagai pelaksanaan Busan Roadmap, yang menunjukkan sebagai dasar untuk anggota APEC dan kemitraan perdagangan dalam lima belas tahun mendatang. Mereka juga menyetujui usulan untuk mempersatukan kembali APEC agar forum ini lebih bersemangat, dinamis dan efektif. Dengan suara bulat, para pemimpin setuju bahwa terorisme memberikan ancaman bagi perdamaian dan keamanan dunia dan kawasan. Mereka mengulangi komitmen untuk mempromosikan kerjasama untuk mengurangi rasa tidak aman ini. ”Kami berikrar untuk melanjutkan tugas kami untuk komunitas Asia-Pasifik yang dinamis dan harmonis dengan membangun masyarakat yang kuat untuk kehidupan yang baik warga negara kami,” tegas Presiden Nguyen.
Adapun Tiga Poin Utama, Yaitu :
Pertama, merealiasikan perdagangan bebas dan investasi. Kedua, menciptakan keamanan bagi setiap orang. Ketiga membangun masyarakat yang lebih kuat, dinamis, dan harmonis. Dalam hal perdagangan bebas dan investasi, APEC menyetujui untuk mendukung Agenda Pembangunan Doha (Doha Developoment Agenda/DDA) yang disepakati Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
"Kami yakinkan kembali bahwa DDA merupakan prioritas utama kami karena kegagalan putaran Doha akan berakibat pada hancurnya ekonomi dan perdagangan global," ujar Presiden Vietnam Nguyen Minh Triet saat membacakan Deklarasi Hanoi. Kesekapatan itu berarti APEC akan mengembalikan perundingan perdagangan bebas di bawah WTO ke jalur semula, dengan menekankan pada kesepakatan Doha. Konsekuensinya, hambatan-hambatan perdagangan bebas harus dihapuskan. Antara lain mengurangi subsidi pertanian oleh negara-negara besar, memberikan akses pasar baru untuk bidang pertanian, memotong tarif industri dan mengembangkan akses pasar untuk produk jasa. Isu perdagangan bebas merupakan kesepakatan yang diusung negara-negara anggota WTO yang umumnya juga merupakan anggota APEC.
Sebelumnya, dalam pertemuannya di Doha, Qatar 2001, WTO sepakat mewujudkan pasar bebas dengan cara menghapuskan hambatan-hambatan perdagangan. Antara lain menghapuskan subsidi terhadap sejumlah komoditas yang diperdagangkan di pasar bebas dan memberikan akses pasar seluas mungkin. Kesepakatan itu dikenal sebagai DDA. Namun, pada perjalanannya, kesepakatan itu sulit dilaksanakan karena AS, Jepang, dan Uni Eropa menolak merealisasikannya. Mereka bersedia menghapuskan subsidi pertanian dan menurunkan tarif perdagangan dengan syarat mendapat imbal balik. Namun, anggota WTO lain menolaknya karena imbal balik itu dianggap merugikan mereka. Pertemuan WTO terakhir Juli lalu juga gagal mencapai kesepakatan dalam masalah ini.
Dalam pertemuan APEC ke-14 ini, kendati menyetujui percepatan perdagangan bebas di bawah WTO, sejumlah negara menolak mendukung usulan AS untuk membentuk perdagangan bebas khusus di kawasan Asia-Pasifik (Free Trade Area in the Asia Pacific/FTAAP). Alasannya, pembentukan perdagangan bebas mulilateral sesuai agenda Doha harus diselesaikan lebih dulu. Sedangkan berkaitan dengan poin kedua, yakni menciptakan keamanan bagi setiap orang, para pemimpin sepakat untuk bersama-sama melanjutkan upaya memerangi terorisme. "Kami sepakat untuk mengimplementasikan komitmen yang dicapai di Bangkok 2003 untuk menghentikan kelompok transglobal teroris, menghilangkan bahaya dari pemilikan senjata pemusnah massal, dan ancaman lain bagi kawasan,” tegas Nguyen.
Sedangkan mengenai poin ketiga, yakni membangun masyarakat yang lebih kuat, dinamis, dan harmonis, para pemimpin sepakat bahwa masalah ini perlu dilaksanakan. “Untuk tujuan ini, kami menyadari bahwa masih banyak hal yang harus kita lakukan,” ujarnya. Dalam pertemuan itu, AS juga sempat memaksakan kehendaknya untuk memasukkan isu nuklir Korea Utara dalam pembicaraan. Namun kehendak tersebut mendapat tentangan dari negara-negara Asia.