Dinas Kehutanan Provinsi Papua merasa prihatin apabila jenis kayu merbau dimasukan dalam APPENDIX III CITES (Convention of International Trade in Indangered Species of Wild Fauna and Flora). Penuturan ini seperti dikatakan Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Papua dalam sambutannya yang disampaikan Kepala Sub Dinas Peredaran Hasil Hutan Dinas Kehutanan Provinsi Papua, Joko Susilo, pada Seminar sehari tentang persediaan tegakkan alam dan Analisis Perdagangan Kayu Merbau di Tanah Papua, Jumat (26/1), di Hotel Matoa Jayapura. Menurutnya, sebagian areal konsensi HPH di tanah Papua memiliki potensi sekitar 30-40 persen kayu merbau dan telah dijadikan target produksi utama pada setiap kegiatan produksi. Hal ini menimbulkan dampak kekuatiran akan ancaman kepunahan jenis kayu merbau di alam serta gencarnya promosi untuk memasukan jenis merbau ini kedalam buku CITES. Penebangan dan perdagangan liar kayu merbau di tanah Papua pada awal desentralisasi menunjukan intensitas yang sangat tinggi, sehingga apabila tidak ada mekanisme kontrol yang efektif, jenis kayu ini akan terancam punah. Sehubungabn dengan hal itu, Departemen Kehutanan telah mengangkat isu tersebut sejak tahun 2003 dan membahasnya dilingkup internal Departemen Kehutanan maupun dengan instansi terkait. Hasil beberapa pembahasan diindikasikan bahwa untuk membantu mengefektifkan pelaksanaan pelarangan eksport kayu bulat dan kayu gergajian, terutama untuk jenis merbau yang sekaligus dapat mengendalikan praktek penebangan ilegal maupun penyelundupan, maka diusulkan agar jenis kayu merbau dimasukan dalam APPENDIX III CITES. Diyakini saat sekarang, isu merbau mencuat kembali sehubungan dengan isu pesta olimpiade tahun 2008 di Beijing, yang disinyalir bahwa Pemerintah RRC dan Komite Olimpiade Internasional akan menggunakan kayu merbau asal Indonesia sebanyak 800.000 m3 untuk membangun fasilitas olahraga sebagaimana dimuat dalam warta FKKM Volume 9 Mei 2006. Karena apabila sinyalemen ini benar, maka pertanyaan selanjutnya darimana sumber bahan baku merbau diperoleh ? kemudian apabila kayu merbau diambil dari Papua, maka berapa besar potensi dan penyebaran kayu merbau yang akan diambil dari Papua ? Sementara itu, Direktur WWF Region Sohul Papua, Benja Mambai dalam sambutannya mengatakan, pelaksanaan seminar sehari ini menyikapi esensi kayu merbau dari adanya persoalan tersebut. Kegiatan ini merupakan bagian pokok dari rencana kerja forest WWF Indonesia di tanah Papua sebagaimana tercantum dalam dokumen Forest of New Guinea (FoNG) Theme. Disisi lain pelaksanaan seminar bertujuan mengetahui stok dan penyebaran tegakkan alam merbau di hutan Papua, mengetahui pengusahaan kayu merbau di hutan alam tanah Papua dan kontribusinya terhadap penerimaan daerah, serta menganalisis tujuan dan intensitas perdagangan kayu merbau. Disamping itu, mengkaji kebijakan Pemerintah Daerah (Pemda) terhadap pengusahaan kayu merbau dan merumuskan rekomendasi pengelolaan, pemanfaatan, dan pembinaan tegakkan alam merbau di tanah Papua. Hasil yang diharapkan Melalui seminar ini, tambah Benja, diterbitkannya dokumen lengkap dalam bentuk laporan tertulis tentang kondisi persediaan tegakan kayu merbau pada hutan alam pengusahaan maupun perdagangan kayu merbau di tanah ini.