Putusan Majelis Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) atas masalah Papua diharapkan menjadi titik awal dari konsistensi pelaksanaan otonomi khusus (otsus) untuk membangun dan menyejahterakan penduduk Papua.
Hal ini dikemukakan Tim Pembela Otonomi Khusus Papua (TPOKP), Bambang Widjojanto dan Iskandar Sonhadji di Jakarta, Selasa, sehubungan dengan keputusan Majelis Hakim PTUN yang membatalkan Keppres No 213/M/2003, Senin (14/6).
Berdasarkan keputusan itu, sebagian gugatan dikabulkan, dan dengan demikian Keppres itu diperintahkan dicabut. Keppres No 213/M/2003 tentang Pengukuhan dan Pengesahan Brigjen (Purn, Marinir) Abraham Octavianus Ataruri sebagai Pejabat Gubernur Irian Jaya Barat.
Bambang mengatakan, pertimbangan hukum putusan itu adalah berdasarkan UU No.45/1999 wilayah Provinsi Irian Jaya dibagi menjadi Provinsi Irian Jaya Barat dan Provinsi Irian Jaya Tengah dan selebihnya Provinsi Irian Jaya Timur.
Sejak 21 Nopember 2001, berlaku UU No 21/2001 tentang Otsus bagi Provinsi Papua, sehingga secara hukum Provinsi Papua telah diberi otsus.
Tetapi, tergugat telah mengeluarkan kebijakan memberlakukan otsus dan salah satu realisasinya diberikan Dana Alokasi Umum (DAU) dan KMK No.548/KMK.07/2003 pada Provinsi Papua, bukan kepada Provinsi Irian Jaya Barat.
Sikap tergugat dalam membuat Keppres No.213/M/2003 dianggap tidak konsisten karena tidak memberlakukan UU No 21/2001. Seharusnya, tergugat memperhatikan ketentuan pasal 76 UU Otsus dengan membentuk Majelis Rakyat Papua.
"Karena sikap dan tindakan tergugat semata-mata memberlakukan UU No.45/1999 bertentangan dengan asas lex specialis de rogat generalis dan asas lex posteriori derogat lex priori. Dengan demikian, tindakan tergugat telah menyalahi prosedur, maka mengakibatkan batalnya Keppres No.213/M/2003," katanya.
TPOKP kini juga sedang mengajukan yudicial review (uji matri) UU No.45/1999 terhadap UUD 1945 ke Mahkamah Konstitusi dan mengajukan gugatan hak uji materiil atas Surat Keputusan Sekjen KPU No.442/UP/KPU/XII/2003.