"Menurut angka kumulatif data Dinas Kesehatan Provinsi Papua, kelompok yang rentan atau rawan penyebaran HIV/AIDS terdapat pada pekerja seks komersil, remaja usia belia maupun hingga kepada ibu-ibu rumah tangga. Penilaian seperti itu, sepertinya kurang tepat bila menyangka kelompok-kelompok seperti para pemuka agama atau para tokoh agama tidak rentan terhadap penyebaran virus mematikan HIV/AIDS. Hal tersebut sebagaimana kesaksian Pdt. Gideon Byamugisha dari Uganda (Afrika Timur) salah seorang aktivis Internasional penanggulangan AIDS, yang membagikan pengalamannya kepada para Tokoh maupun para Pemuka Agama di Papua dalam satu pertemuan, bertempat di Sasana Karya Kantor Gubernur, Kamis (10/5).
"Dalam acara yang bertajuk ‘Memecah Kebisuan Membuka Jalan Menuju Papua Tanpa HIV/AIDS itu, yang dihadiri Ketua MUI (Majelis Ulama Indonesia) Papua Drs H. Zubeir Hussien, Uskup Leo Labaladjar, OFM. Ketua Forum Komunikasi Antar Umat Beragama Provinsi Papua, Pdt Herman Saud, Sekretaris Parisdha Hindu Dharma beserta sejumlah Tokoh Agama lainnya, Pdt Gideon yang sudah berkutat dengan kasus HIV/AIDS sejak 10 tahun lalu itu menceritakan tentang pengalamannya, bagaimana upayanya dalam melawan virus HIV/AIDS pada diri sendiri dan dinegaranya Uganda yang dalam tempo beberapa tahun terakhir berhasil menekan laju penyebarannya. Dalam kesaksiannya, Pdt. Gideon mengatakan bahwa dirinya mulai berkutat dengan HIV sejak tahun 1991 lalu.
"Pada waktu itu, Dia adalah seorang teolog muda yang mengambil studi di Inggris. Pada waktu itu, istrinya sakit dan meninggal satu minggu kemudian. Kabar duka bahwa istrinya telah meninggal akibat virus HIV, diketahuinya pada 6 bulan kemudian. Ditahun 1998, dirinya hampir meninggal akibat serangan virus HIV yang dideritanya. Dirinya juga telah terserang berbagai macam penyakit, seperti TBC, Malaria dan lainnya hingga berat badannya hilang 20 kilogram. Namun demikian, kuasa Tuhan Allah yang besar sehingga membuatnya sembuh dari virus mematikan itu. Pemeriksaan darah dalam tubuhnya, tidak lagi ditemukan ada virus HIV didalam darahnya. Dari Kejadian ini, Pdt. Gideon mengambil kesimpulan bahwa virus HIV tidak diberikan oleh Tuhan.
"Karena Tuhan menginginkan ada kedamaian dalam kehidupan kita. Justru seseorang akan dianggap berdosa apabila melakukan stigma, karena menjadi positif HIV bukan berarti berdosa. Pdt Gideon mengatakan bahwa Uganda memiliki program khusus untuk itu, yang diberikan melalui pendidikan terhadap anak, mengajari orang tua bagaimana untuk tidak melakukan hubungan seks kepada anak-anak wanita dan laki-laki mereka. Selain itu, anak perempuan diajarkan teknik bernegosiasi dengan pacarnya agar tidak melakukan hubungan seks diluar nikah. Banyak hal yang ditanyakan oleh para Tokoh Agama dan dijawab dengan lugas dan jelas oleh Pdt Gideon. Selain bertemu dengan Tokoh Agama, Pdt Gideon juga akan melakukan beberapa pertemuan dengan para LSM, Lembaga donor, anggota DPRP dan MRP beserta para dunia usaha di Jayapura, dengan upayanya untuk membagikan Pengalaman Penanganan Virus mematikan HIV/AIDS.
"Dalam Kesempatan tersebut, Pdt. Gideon berjanji pada tahun 2011 akan kembali ke Papua untuk merayakan keberhasilan penanggulangan HIV/AIDS di Papua, karena dirinya melihat ada keinginan kuat dari Pemerintah Daerah untuk memberantas penyebaran virus mematikan ini.