Menghasut rakyat tidak ikut memilih salah satu calon Presiden/Wakil Presiden pada tanggal 5 Juli nanti tanpa alasan yang jelas, dianggap separatis yang tidak sepaham dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Karena itu tidak ada alasan untuk tidak memilih.
"Kalau tidak ikut memilih harus ada alasan, dan apa alasan itu untuk tidak ikut Pemilu. Kalau tidak memilih tanpa alasan yang jelas dianggap separatis," tegas Ketua DPRD Provinsi Papua, Drs John Ibo, MM menjawab pers ditemui di Kantor DPRD Provinsi Papua usai Paripurna ketiga masa sidang ketiga tentang Jawaban Gubernur Provinsi Papua terhadap Laporan Panitia Anggaran DPRD Provinsi Papua, Senin (28/6) kemarin.
Ibo mengatakan, walau tidak ada sanksi yang tegas bagi warga negara yang tidak memilih alias golongan putih (Golput) tetapi akan memiliki konsekuensi yang fatal, jika saja rakyat tidak ikut memilih dalam skala yang besar.
" Kita tidak menginginkan hal seperti ini karena akan menimbulkan kekacauan terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah yang mengakibatkan system pemerintahan tidak berjalan baik. Kalau kita tidak melaksanakan Pemilu dalam volume yang lebih besar jelas akan tercipta kekacauan karena berimbas kepada kebijakan-kebijakan pemerintah yang jelas tidak berjalan baik. Lalu, pemerintah akan menilai masyarakat di Papua tidak patuh terhadap pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jadi, jangan sampai ada orang yang berani membawa diri untuk menghasut rakyat. Kalau saja ketahuan orang itu bisa dikenakan pasal-pasal tertentu dengan hukum pidana dan dianggap penghasut," papar Ibo yang juga Ketua DPD Partai Golkar Provinsi Papua itu.
Menurut Ibo, memang tidak ada aturan yang melarang warga untuk golput, Tapi aturan menegaskan melanggar aturan jika ada orang-oranng yang menghimbau rakyat untuk golput, jadi perlu dipahami dan ditelah secara baik.
" Saya harap rakyat jangan mau dihasut dengan hal-hal seperti itu, mengingat Papua yang berprospek terhadap pertentangan politik. Oleh karena kita harapkan, jangan ada lagi saudara-saudara yang beroposisi dengan pemerintah untuk menghimbau rakyat tidak ikut Pemilu, dan akan fatal akibatnya," tandasnya.
Sejauh ini memang disinyalir gema golput cukup potensial pada Pemilu Presiden/wakil Presiden tanggal 5 Juli mendatang di Papua. Hal ini ditenggarai akibat ketidakpuasan pihak-pihak tertentu atas kinerja KPU terhadap penentuan suara perebutan kursi di DPR, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota. Tapi hal itu katanya tidak bisa menjadi alasan pada Pemilu nanti
Dikatakan, Pemilu Presiden/Wakil Presiden mendatang diharapkan berjalan aman, tenang tanpa hambatan apa pun, sebab sukses Pemilu Presiden/Wakil Presiden kata kunci Indonesia menuju era demokrasi yang juga parameter penegakan hak - hak kedaulatan rakyat.
Karena itu warga yang memiliki hak memilih seyogianya memilih calon presiden / wakil presiden sesuai kehendak masing-masing. "Saya harapkan dengan iklas dan rendah hati gunakanlah hak anda untuk melaksaanakan Pemilu mendatang,''pintanya.
Menyoal kinerja KPU yang belum maksimal? John Ibo meminta KPU memperbaiki kinerja supaya lebih maksimal terutama hal-hal sosialisasi yang membuat rakyat mengerti karena Pemilu legislatif banyak ditemukan kegagalan dengan tidak melaksanakan pencoblosan yang baik akibatnya kurang maksimalnya sosialisasi.
Ditambahkan, banyak rakyat tidak memilih karena tidak terdaftar, hal itu tidak lepas dari kelalaian - kelalaian KPU. " Kejadian ini harus dihindari agar warga yang dalam jumlah besar tidak memilih dilakukan himbauan terus menerus dan diberi kesempatan, meskipun waktu Pemilu kian dekat. Rakyat diundang dan didaftar ulang supaya Papua jangan selalu dicap Pemilu yang rancu dengan penduduk sedikit,''paparnya.
Indikasi pendaftaran yang tidak benar, lanjutnya Ibo, terlihat pada daerah-daerah terpencil yang notabenenya tidak didatangi petugas. "Kalau mereka tidak terdaftar, maka akan mengurangi jumlah penduduk di Papua ini. Di mana secara fakta penduduk kita besar, tapi karena hasil Pemilunya kecil sebagai laporan pelaksanaan negara, dengan demikian orang akan menganggap kita kecil, alhasil kita diinjak-injak dengan kebijakan-kebijakan yang kerap dipaksakan? Ini harus kita hindari untuk tidak terulang lagi," jelasnya.(Jypr, PAPUA POST.-)