JAYAPURA – Menjamurnya praktek-praktek Ilegal Fishing yang dilakukan nelayan asing maupun nelayan kita sendiri (Indonesia), tidak membuat Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Papua gelap mata. Hal itu, ternyata menjadi perhatian instansi tersebut, dengan memberikan bentuk-bentuk pengenalan terhadap daerah/area penangkapan ikan (fishing ground) kepada para nelayan.
Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Papua Ir. Astiler Maharadja dalam press realeasenya kepada harian ini mengakui, Provinsi Papua merupakan wilayah yang paling rawan dengan praktek illegal fishing. Sebab wilayah perairan Papua, langsung berbatasan dengan negara tetangga, yang disebelah utara berbatasan langsung dengan Filipina, sebelah timur laut berbatasan dengan PNG dan sebelah selatan berbatasan dengan Australia.
Oleh karena itu, Astiler juga mengajak seluruh nelayan Papua baik berskala kecil maupun besar dalam menangkap/mencari hasil tangkapan (ikan) agar sedapat mungkin mengenali daerah penagkapan ikan, lebih khusus tentang batas-batas wilayah perairan Papua yang notabenenya berbatasan langsung dengan negara tetangga. Hal tersebut, guna menghindarkan para nelayan dari praktek illegal fishing yang tentunya akan merugikan para nelayan itu sendiri. “Saya mengajak nelayan agar mengenali area penangkapan ikan saat menangkap/mencari hasil tangkapan ikan. Ini tentu untuk kebaikan dari para nelayan itu sendiri,” ucapnya.
Menyoal tentang praktek ilegal fishing diperairan negara tetangga, Astiler mengakui, bahwa kasus tersebut rentan dilakukan oleh sejumlah nelayan kecil yang tidak mengetahui pasti dimana area penangkapan ikan yang baik serta tidak mempunyai alat navigasi kapal perikanan seperti (GPS, Radio, Radar, Alat pendeteksi ikan, kompas dll). “Jadi nelayan kita yang sering tertangkap oleh pihak PNG dan Australia mereka adalah nelayan kecil yang bermotor dan tidak memiliki fasilitas kelengkapan alat nafigasi perikanan diatas kapalnya. Dalam artian para nelayan itu, tidak mengenali area penangkapan ikan serta batas-batas
wilayah perairan kita dengan negara tetangga” jelasnya.
Kaitannya dengan ini, pihaknya kembali mengajak nelayan agar mengenali daerah penangkapan ikan yang berbatasan langsung dengan negara tetangga. Disamping itu, para nelayan diajak untuk ikut melestarikan suberdaya kelautan dengan tidak menggunakan alat pengkapan yang merusak ekosistim laut seperti bahan peledak dan lain-lain. Karena dengan lestarinya sumber daya kelautan Papua, ikan-ikan yang ada akan lebih melimpah.**
Juga Diantisipasi Dengan VMS
Sementara itu, Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Papua, Ir. Astiler Maharadja mengatakan untuk mencegah terjadinya praktek illegal fishing (penangkapan ikan ilegal), Departemen Kelautan dan Perikanan RI telah mengantisipasi penangkapan ikan secara illegal melalui VMS atau Vessel Monitoring System).
VMS ternyata mampu menanggulangi sekitar 50 persen masalah sistem penangkapan ikan yang dilakukan secara illegal. Melalui survey tahun 2004 - 2005 di perairan Arafuru, VMS meningkatkan pendapatan nelayan tradisional sebanyak 28 persen. Dan Bila dihitung secara mendetail menurut angka, VMS menyelamatkan Rp. 501 milyar per tahun dari praktek penangkapan ikan illegal. Penangkapan ikan secara illegal di Indonesia, menurut Astiler sudah pada tingkat yang sangat kritis dan merugikan negara yang setiap tahunnya rata-rata mencapai Rp 20 trilyun. Ironisnnya lagi, kata Astiler sebagian daerah pengkapannya diperairan Papua laut aru dan pasifik. Oleh karena itu, lanjutnya, Vessel Monitoring System ini akan berfungsi untuk mengawasi proses penangkapan ikan yang dilakukan di seluruh perairan Indonesia. Diharapkan VMS dapat lebih meminimalisasi penangkapan ikan ilegal diperairan Papua laut aru dan pasific Disamping itu, Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Papua akan terus meningkatkan pengawasan laut Papua berkerja sama dengan TNI AL dan Polair, guna mengawasi nelayan asing yang mencuri ikan di perairan Papua.**