"Jumlah kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) kini bertambah dari 56 menjadi 67 kursi. Penambahan 11 kursi di DPRP ini, berdasarkan Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang harus segera ditindaklanjuti para pimpinan di lembaga DPRP, Pemprov Papua) dan Majelis Rakyat Papua (MRP). Dikhawatirkan akan terjadi keributan di kalangan masyarakat asli Papua dalam merespon keputusan yang menetapkan orang – orang yang duduk di kursi ‘panas’ tersebut. Namun, terlebih dahulu ketiga pimpinan lembaga ditambah para akademisi akan duduk bersama guna menyusun mekanisme secara baku dalam penjaringan untuk mengisi penambahan alokasi 11 kursi di lembaga legislatif tersebut.
“Komponen mana saja yang akan diberikan atau diangkat sebagai wakil rakyat yang berhak mengisi penambahan 11 jatah kursi dewan. Dikhawatirkan akan terjadi keributan di kalangan masyarakat asli Papua dalam merespon keputusan yang menetapkan orang – orang yang akan duduk di kursi tersebut, â€Âujar Ketua DPRP Jhon Ibo, Selasa (2/2) siang. Keputusan MK, kata Jhon, terkait seputar penambahan 11 kursi dari 56 kursi menjadi 67 kursi DPR Papua bermula dari ketidakpuasan orang Papua yang telah merasa tertarik untuk duduk terus di lembaga legislatif. Serta, bertolak dari tata kecurigaan hak dan kewajiban orang Papua di Dewan Perwakilan Rakyat Papua.
“Kedua persolan itu menjadi pemicu untukrakyat melakukan perjuangan ke Pemerintah Pusat dan mengadu ke Mahkamah Konstitusi yang berujung mengeluarkan pertimbangan melihat urgensi perjuangan rakyat Papua untuk memperoleh tambahan 11 kursi sesuai amanat UU Otsus Nomor 21 Tahun 2001 perihal pemberian Otsus bagi Papua, â€Âujarnya. Padahal, menurut Jhon, di dalam UU Otsus mengatur komposisi anggota legislatif (DPRP) sesuai UU Pemilu sebanyak 45 kursi ditambah 11 kursi yang mewakili rakyat asli Papua. Kesebelas kursi legislatif yang tersedia dipilih tidak melalui mekanisme pemilihan legislatif secara Nasional, melainkan pemilihan berbeda yakni pemilihan secara adat asli Papua.
“Realisasi pada pelaksanaan pemilihan legislatif (pileg) 2004 dan 2009, pemilihan 11 kursi dewan yang seharusnya dipilih melalui pemilihan tersendiri malah diperebutkan oleh para partai politik pada pemilihan secara Nasional. Hingga saat ini, tidak ada satu mekanisme pemilihan tertentu di Papua terhadap 11 kursi dewan yang diamanatkan dalam UU Otsus, â€Âungkapnya. Sejumlah, lanjut Jhon, mantan anggota DPRP yang gagal duduk kembali di kursi legislatif periode 2009 – 2014 mengatasnamakan rakyat Papua tapi diluar aturan berjuang mengusulkan ke MK seputar jatah 11 kursi dewan bagi orang asli Papua, namun realisasinya tidak sesuai dengan semangat pelaksanaan UU Otsus. Semula, menurut Jhon, mencuat wacana pendirian partai lokal di Papua untuk mengisi kesebelas kursi dewan yang tersedia dalam UU Otsus.
Namun, hingga saat ini Peraturan Daerah Provinsi (Perdasi) tentang Pemerintahan otonomi khusus di Papua belum ada. “Rakyat bertanya kenapa DPRP, Pemprov Papua dan MRP tidak memperjuangkan untuk melahirkan Perdasi pemerintahan otsus tersebut? Kami masih menunggu peraturan pemerintahan (PP) sebagai satu produk aturan yang lebih tinggi memberi intruksi kepada Otsus di Papua. Berdasarkan amanat PP itu untuk membentuk perdasi pemerintahan otsus yang didalamnya mengatur partai lokal guna menjaring 11 kursi, â€Âtuturnya.
Ketika ditanya Media, apakah keputusan MK terkait penambahan 11 kursi dewan di Papua melanggar UU Otus? Jhon menjawab, “MK akan balik menjawab bahwa orang Papua juga yang meminta penambahan 11 kursi ini. Penambahan kursi menjadi 67 kursi memiliki makna politik, tapi DPR Papua tetap akan menerima keputusan tersebut. â€ÂJhon menambahkan, sejak keputusan MK dikeluarkan, maka Gubernur Papua wajib melaksanakan keputusan tersebut. Seluruh biaya yang dikeluarkan dalam perumusan kesebelas kursi itu ditanggung oleh Pemerintah Daerah.
“Dalam keputusan MK juga berbunyi bahwa penambahan 11 kursi menjadi 67 kursi untuk DPR Papua hanya berlaku pada periode 2009 – 2014. Pada pemilihan legislatif 2014 – 2019, jumlah kursi di DPR Papua akan kembali pada posisi 56 kursi, "tambahnya.