Dewan Adat Papua merencanakan akan mendesak pemerintah Provinsi papua (Eksekutif dan Legislatif) agar mengembalikan Undang-Undang Nomor 21 tauhn 2001 tentang Otsus bagi Provinsi Papua, setelah tanggal 15 Agustus kepada pemerintah Pusat. hal itu sesuai dengan salah satu butir ketetapan dan pernyataan umum sidang ke-3 Dewan Adat Papua di Manokwari tanggal 31 Januari-4 Februari 2005 lalu.
Demikian ditegaskan Sekertaris Dewan Adat Papua, Fadhal Al Hamid didampingi beberapa pengurusnya, dalam acara jumpa pers digelar di Prima Garden Abepura, Jumat (29/7) kemarin.
Mengapa hal itu dilakukan, aku Fadhal, karena berdasarkan realitas yang ada selama berjalannya Otsus 3 tahun di Papua, hasil yang dicapai sama seperti yang telah diprediksi oleh masyarakat Papua sebelumnya. Bahwa Otsus lahir bukan dari keikhlasan politik pemerintah Indonesia, tapi dari keterpaksaan untuk menjawab tekanan dari dunia Internasional yang menginginkan adanya penyelesaian segera secara adil dan damai atas masalah Papua.
"Akibatnya kan jelas bahwa pemerintah Indonesia tidak serius di dalam menjalankan Otsus di Papua. Sebab dengan adanya Otsus yang justru semakin banyak daftar kesalahan, kebohongan, serta kecurangan yang terang-terangan terjadi di hadapan rakyat. Dan semakin menyadarkan rakyat Papua bahwa yang diinginkan oleh pemerintah Indonesia bukan orang Papua, tetapi tanah dan kekayaan yang dikandung Papua. Sehingga terkait dengan realitas yang terjadi kami menganggap bahwa pelaksanaan Otsus gagal", ungkap Fadhal.
Dijelaskan, dengan adanya keputusan tersebut nantinya bisa dijadikan sebagai langkah kongkrit didalam membuka ruang wajar bagi masyarakat Papua, untuk berbagi informasi dan menilai secara wajar kesungguhan pemerintah didalam melaksanakan hak-hak dasar rakyat Papua. sekaligus katanya, untuk mencairkan kebekuan komunikasi politik tentang pembangunan, pelanggaran HAM, serta keadilan sejarah sebagai penyelesaian masalah di tanah Papua secara menyeluruh dan tuntas.
Terkait dengan upaya untuk menjalankan keputusan tersebut, lanjut Fadhal, dewan Adat Papua menyerukan beberapa hal yang harus diperhatikan oleh semua pihak, antara lain sebagai berikut :
Bahwa setiap anak adat Papua diharapkan turut berpartisiipasi dalam acara Pleno khusus dan terbuka Dewan Adat Papua yang akan diselengarakan tanggal 5, 6, 8 Agustus di Jayapura. Serta acara perayaan Hari Bangsa Pribumi Internasional tanggal 9 Agustus di seluruh tanah Papua dan aksi damai yang akan digelar di halaman kantor DPRD Kabupaten / kota se-tanah Papua.
Bahwa semua kegiatan yang dilakukan mengarah pada keputusan sidang III Dewan Adat Papua (DAP) di Manokwari. Dan kegiatan yang dilaksanakan melalui proses damai dengan senantiasa menjunjung tinggi hak asasi setiap manusia, tanpa memandang suku, agama, ras, dan golongan. Karena itu kepada seluruh lapisan masyarakat baik migran maupun asli Papua, untuk tidak mudah terprovokasi serta ditakut-takuti oleh pihak-pihak yang tidak jelas.
Bahwa kepada para pejabat pemerintah baik sipil maupun militer, serta pimpinan tokoh agama, adat, perempuan, dan mahasiswa, pemuda dan paguyuban dimohon untuk dapat memberikan penjelasan kepada bawahan, anggota, umat serta seluruh lapisan masyarakat tentang apa sesungguhnya agenda 15 Agustus yang dipahami dan menjadi komitmen masyarakat adat Papua.
Bahwa kepada anak-anak adat Papua untuk tidak melacurkan diri dalam manuver politik yang keliru untuk sebuah dialog dengan pemerintah pusat tanpa terlebih dahulu melakukan percakapan dengan seluruh komponen Papua.
Bahwa untuk menghindari upaya provokasi pihak lain, maka kepada semua pihak yang terlibat dalam aksi dilarang keras untuk mengibarkan bendera bintang kejora dalam bentuk apapun juga simbol-simbol politik Papua Barat.
Dalam acara jumpa pers kemarin, fadhal didampingi oleh Ketua Dewan Adat Biak, Manawir Yan Pieter Yarangga dan Ketua Adat Wilayah Mamta. Pada kesempatan itupula, Fadhal menyampaikan bahwa diadakannya jumpa pers adalah untuk menjawab spekulasi-spekulasi yang saat ini tengah berkembang di masyarakat.
"jumpa pers ini kami lakukan untuk menjawab spekulasi-spekulasi yang ada dan tengah berkembang di masyarakt saat ini. Dimana ada isu yang berkembang, bahwa tanggal 15 nanti Papua akan merdeka, atau tanggal 15 nanti akan terjadi suatu penyerangan besar-besaran. Kita mau katakan bahwa isu itu tidak benar, dan kalau memang terjadi penyerangan itu bukanlah berasal dari dewan adat," tegas Fadhal.
Sementara itu, menyingkapi pertanyaan wartawan soal hal apa yang akan dilakukan apabila tidak ada respon dari pihak eksekutif dan legislatif terkait dengan pengembalian Otsus ke pemerintah RI, Fadhal menjawab bahwa pihaknya telah mempersiapkan upaya lain, sekiranya hal itu tidak mendapat respon balik. "kami akan mengupayakan cara yang lain sekiranya, keputusan kami itu tidak mendapat respon," tandasnya.