Rencana pemberlakuan Permendagri Nomor 32 Tahun 2011 tentang dana hibah dan bantuan sosial di Provinsi Papua mendapat penolakan tegas dari para Bupati yang hadir dalam forum kegiatan Sosialisasi Permendagri 32 tentang dana Hibah dan Bantuan Sosial.
Selain Bupati, Dewan Perwakilan Daerah Papua (DPRP) yang juga hadir dalam forum tersebut, turut meminta penundaan (pending) terhadap penerapan aturan baru tersebut. Pasalnya, sejumlah ayat dan pasal yang tertera dalam Permendagri, bertentangan dengan kondisi daerah maupun wilayah di tanah ini. Terkait usulan pending Permendagri 32, kita semua (para Bupati) dalam forum satu bahasa (menolak). Permendagri 32 ini bikin pejabat Papua kartu mati di depan rakyat sendiri. Sebab aturan ini lebih cocok diterapkan di Jawa.
Di Papua rakyat masih anggap Pemerintah segala-galanya. Aturan ini membatasi pemda untuk bantu rakyat sendiri karena kalau kami bantu, kami ditangkap KPK, kata Bupati Lani Jaya, Befa Yigibalom, SE,M.Si disela-sela Sosialisasi Strategi Percepatan Penyusunan APBD Tahun Anggaran 2013 dan Permendagri 32 Tahun 2011, Senin (23/4), bertempat di Sasana Krida Kantor Gubernur Dok II Jayapura. Befa mengatakan, semua rakyat Papua harus tahu bahwa para Bupati setelah pulang dari forum tersebut memberi kabar tidak ada lagi bantuan (jika Permendagri 32 diberlakukan).
Sekalipun ada, lanjut dia, masyarakat yang mengajukan bantuan harus membuka rekening, kemudian mengajukan surat permohonan bantuan satu tahun sebelumnya, serta memiliki KTP keterangan domisili setempat sekurang-kurangnya 3 tahun, meski hanya mengajukan permohonan bantuan senilai Rp5 juta. Sekarang di kampung-kampung sana apa masyarakat punya rekening bank? Ini yang kami bilang bahasa bikin kacau. Karena itu kita harap masalah ini bisa dicari jalan keluar dengan menerapkan aturan yang lebih berpihak kepada masyarakat Papua, katanya.
Hal senada dikemukakan Anggota Komisi C, Yan Ayomi yang menilai pemberlakuan Permendagri Nomor 32 di Papua sangat tidak sesuai dengan kondisi penyelenggaraan pemerintahan di Papua. Jadi dalam Permendagri 32 ini banyak hal seperti ayat atau pasal tidak sesuai dengan kondisi disini (Papua). Contoh bantuan kepada rakyat yang diatas Rp5 juta harus pakai nomor rekening. Kita punya orang Papua di kampung-kampung mana punya rekening kecuali perusahaan. Ini contoh saja masa untuk permohonan dana Rp5 juta harus punya rekening? ini tidak bisa, kondisi macam begini tidak bisa diatur di Papua dan akan berbahaya sekali, jelasnya.
Menurut dia, kondisi demikian bakal menambah penilaian buruk oleh masyarakat terhadap para penyelenggara pemerintah seperti Camat dan Bupati. Aparat pemerintahan dilingkungan seperti ini tidak akan lebih fleksibel untuk membantu rakyat. Disisi lain, rakyat sendiri akan merasa dijauhi oleh pemerintah dalam pelayanan. Karena itu, dari DPRP kami usul tadi supaya Permendagri 32 ini dipending saja. Jangan dilaksanakan untuk Papua. Akan jauh lebih bagus jika Pempus dalam hal ini Depdagri, Depkeu, DPRP, Pemprov dan para Bupati kita kumpul lalu bikin masukan yang baik kepada Depdagri selanjutnya bikin Peraturan Pemerintah yang lebih baik dalam masalah pengelolaan keuangan daerah di Papua, tutupnya.
Ditempat terpisah, Sekda Papua,Drh Constan Karma memaklumi sikap para Bupati dan DPRP yang menolak pemberlakuan Permendagri 2012 tersebut. Sebab menurut dia, Provinsi Papua sampai saat ini lebih banyak menjual jasa dan bukan barang. Lain halnya dengan daerah lain yang lebih condong menjual barang (dan dilaksanakan oleh swasta) sehingga tidak bergantung kepada APBD. Oleh karena itu, lanjut dia, sosialisasi kali ini baru bersifat menampung aspirasi dengan harapan saat pemberlakuannya tidak serta merta merugikan daerah atau satu Provinsi.