Melihat dari peliknya masalah pertanahan di Papua, pemerintah provinsi merasa perlu untuk membentuk sebuah lembaga badan pertanahan daerah yang berfungsi memaksimalkan penanganan masalah pertanah dibumi cenderawasih.
Sekertaris Daerah (Sekda) Provinsi Papua, Drh. Constant Karma menuturkan, Badan Pertanahan Daerah dipandang akan lebih maksimal dalam mengurusi masalah tanah di Papua sebab situasi dan kondisi di pulau jawa maupun pulau lainnya di Indonesia, berbeda dengan yang terjadi disini (Papua).
Jadi, saya setuju mungkin sudah saatnya kita bentuk badan pertanahan daerah disini (Papua). Sebab masalah disini berbeda dengan diluar Papua dan mungkin sudah saatnya masalah tanah di Papua diselesaikan dan diurus oleh badan pertanahan dari daerah sendiri supaya lebih maksimal dan mengena sasaran, kata Karma disela-sela acara diskusi terbatas masalah penguasaan tanah dan kemungkinan solusi di Papua, Selasa (14/8) pagi, bertempat di Swissbelhotel Jayapura.
Dikatakan, sebagian besar tanah diwilayah Jayapura khususnya dan Papua secara umum, merupakan tanah bekas jajahan Belanda yang diserahkanterimakan kepada pemerintah daerah. Sebagian besar tanah jajahan yang diserahkan itu, menjadi polemik hingga berujung ke meja hijau. Dengan kata lain, masyarakat yang merasa tanahnya dirampas dahulu oleh Belanda pada waktu itu kembali menuntut pemerintah untuk mengembalikan atau memberi ganti rugi tanah yang kini diatasnya berdiri fasilitas umum maupun kantor pemerintahan.
Jadi ini memang menjadi masalah ya, karena itu dengan adanya Badan Pertanahan Daerah ini diharapkan bisa menjadi salah satu solusi bagi daerah ini dalam upaya menyelesaikan masalah pertanahan di Papua, tukasnya. Sementara itu, Constant Karma menegaskan pada waktu-waktu mendatang Pemerintah Provinsi Papua bakal membuat kebijakan dengan mengklasifikasikan jenis-jenis tanah di Papua guna menghindari benturan-benturan tentang masalah tanah.
Ketiga jenis tanah itu, Pertama, tanah dijual dan dapat dibeli oleh siapa pun; kedua, tanah kontrak atau merupakan tanah yang tak dapat dijual tetapi bisa dikontrak dengan tujuan dapat kembali menjadi milik masyarakat sebelumnya; sedangkan yang ketiga adalah tanah yang tidak dapat dijual secara turun-temurun.
Dengan pengklasifikasian tiga jenis tanah ini, diharapkan masalah pertanahan yang terjadi bisa benar-benar diredam dan diminimalisasi. Dilain pihak, kita dapat menjaga kawasan lingkungan hijau Papua yang sampai saat ini menurut penelitian sebanyak 94 persennya merupakan kawasan hutan hijau.
Sekda juga meminta adanya pemetaan terhadap pemiliik hak ulayat di seluruh Provinsi Papua sehingga tidak memunculkan masalah antar pemilik hak ulayat yang satu dengan lainnya dikemudian hari. Ini penting karena batas-batas alam kan bisa berubah satu waktu. Maka dengan pemetaan ini jika terjadi pergeseran batas wilayah maka dapat segera diperbaiki sebagaimana mestinya, tuntasnya.