Aset daerah sangat memiliki pengaruh terhadap penyusunan laporan keuangan Pemerintah Provinsi yang dinilai memiliki bobot prosentasi kurang lebih 40 persen dari indeks 100 persen.
Meski begitu, Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Asset Daerah (BPKAD) Provinsi Papua Achmad Hatari mengakui bahwa manajemen asset pemerintah provinsi sampai dengan saat masih lemah. “Karena itu, untuk aset kita sedang melakukan konsolidasi secara terus menerus. Sebab manajemen aset masih lemah. Karena ini memang sesuatu yang terbaru, setelah UU No.17 tahun 2003 lahir, barulah asset ini menjadi sesuatu yang harus jadi konsentrasi atau perhatian,†kata Achmad Hatari saat memberi keterangan kepada wartawan, Jumat (9/11) bertempat di Sasana Krida Kantor Gubernur Dok II Jayapura.
Hatari mencontohkan, pada tahun 2007 lalu pihak BPKAD memanfaatkan tenaga sucofindo sebagai epraiser atau pihak yang mengelola aset daerah pemerintah provinsi. Dengan demikian hal tersebut berdampak pada opini Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap Provinsi Papua yang menjadi Wajar Dengan Pengecualian (WDP) dari predikat disclaimer. “Dan predikat itu bertahan sampai tiga tahun yakni dari tahun 2007 – 2009. Dan patut dicatat bahwa ini terjadi secara berturut – turut selama tiga tahun,†ucapnya.
Namun demikian, opini ini mulai berubah setelah BPKAD Provinsi Papua melepas kontrak dengan sucofindo. “Makanya saat ini kita sudah melakukan MoU dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. Mudah – mudahan soal aset kedepan bisa lebih baik opini BPKnya dan kita berusaha untuk supaya hal ini bisa terwujud,†ungkapnya.
Dalam kesempatan itu, Hatari menambahkan masalah aset antara Pemerintah Provinsi Papua dan Papua Barat sudah tidak ada hambatan karena telah terjalin komunikasi selama dua tahun belakangan ini.