Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Papua Benyamin Arisoy menegaskan tiga tahun berturut-turut Papua mendapatkan opini disclaimer oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI, sebagian besar disebabkan oleh mark up harga dan adanya pekerjaan yang tidak tuntas di Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).
Hal tersebut dikatakan Benyamin Arisoy kepada pers, disela-sela kegiatan bimbingan teknis bagi Pejabat Penatausahaan Keuangan (PPK) bendahara pengeluaran dan penerimaan SKPD di lingkungan Provinsi Papua, Selasa (29/10) kemarin di Hotel Horizon Jayapura. “Jadi, sesuai temuan BPK ada dugaan sejumlah SKPD melakukan mark up harga dan berpengaruh terhadap laporan keuangan Papua sehingga menjadi disclaimer. Hal ini harus dibenahi agar kedepannya tidak terjadi lagi dan ini harus dimulai dari sistem perencanaan maupun pengawasan,â€ujarnya. Lebih lanjut dia menghimbau agar SKPD yang telah mengambil anggaran harus pula menyampaikan laporan pertanggungjawaban. Sebab ketika BPKAD akan memberikan tambahan anggaran, maka menurut aturan yang berlaku bahwa dalam batas waktu satu bulan harus menyampaikan laporan pertanggungjawaban."Nah yang terjadi justru kenyataannya ada SKPD yang satu bulan lebih bahkan sampai tiga bulan belum menyampaikan pertanggungjawaban.
Padahal kita tinggal satu atau dua bulan lebih mengakhiri tahun anggaran 2013, dengan demikian apabila tidak ada pertanggungjawaban penggunaan anggaran maka saya tidak akan mengeluarkan SP2D,â€jelasnya. Sebelumnya Gubernur Provinsi Papua, Lukas Enembe,S.IP telah menyampaikan surat edaran dalam rangka menghadapi akhir tahun anggaran tahun 2013 kepada para pimpinan SKPD, PPK SKPD dan bendahara pengeluaran. Isi surat edaran tersebut, mengamanatkan pihak terkait untuk wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban secara tepat waktu.Surat edaran ini juga bertujuan untuk menertibkan proses administrasi pelaporan dan pertanggungjawaban laporan keuangan, dengan harapan opini laporan keuangan Papua oleh BPK RI kedepan akan lebih baik dibanding sebelumnya.