Jayapura-Perjuangan kaum perempuan untuk meletakkan diri sejajar kaum laki-laki, sampai saat ini belum mencapai hasil yang menggembirakan. Salah satu contoh yang jelas terlihat pada saat perolehan kursi di lembaga legislative, ternyata quota 30 persen yang diperjuangkan kaum perempuan tidak tercapai. Kenyataan ini membuat kita bertanya, apa sebabnya quota 30 persen tersebut tidak tercapai ?
Hal tersebut sebenarnya bukan karena perempuan tidak diberi kesempatan, tetapi karena perempuan itu sendiri yang tidak ingin memanfaatkan kesempatan dan peluang yang ada. Masih banyak kaum wanita yang tidak proaktif atau bersikap acuh tak acuh pada situasi dan kondisi pada saat ini.
Kesetaraan gender antara laki-laki dan perempuan merupakan syarat utama bagi perempuan untuk menunjukan kemampuan dan peranannnya, apa yang dikerjakan oleh kaum lelaki selama ini juga dapat dikerjakan oleh kaum perempuan. Untuk itu, pihak pemerintah berharap agar kaum perempuan di Papua untuk menyikapi hal ini dengan baik. Selain itu, kaum perempuan dituntut untuk membuktikan bahwa perempuan dapat setara dengan kaum laki-laki dalam melakukan aktivitas sebagai seorang pemimpin organisasi, pengambil kebijakan, serta pimpinan lainnya.
Hal tersebut Sekda Provinsi Papua, Drs. Andi Baso Bassaleng, saat membacakan sambutan Gubernur Papua selaku penasehat Dharma Wanita Persatuan (DWP) Papua, pada perayaan HUT DWP ke VI di Sasana Krida Kantor Gubernur Dok II Jayapura.
Selain itu dibacakan, bahwa Dharma wanita dibentuk untuk mencapau tujuan yang dalam dan luas, yaitu bagaimana kaum wanita dapat terjun dan mengambil peranan didalam lingkungan masyarakat. Secara sadar atau tidak, tujuan dharma wanita menggambarkan kebangkitan kesadaran social kaum wanita.
Kemudian, didalam era reformasi ditambah dengan terjadinya krisis moneter dan ekonomi, disadari bahwa kondisi bangsa ini masih jauh dari idealisme yang diharapkan. Fakta memperlihatkan bahwa apa yang terjadi didalam lingkungan masyarakat, adalah suatu situasi bangsa yang memerlukan pemikiran untuk menciptakan ketahanan bagi keluarga-keluarga kecil, guna mencapai masa depan yang lebih cerah degan menjadikan sebuah masalah sebagai motivasi untuk meningkatkan rasa solidaritas dalam membangun bangsa ini.
Lebih lanjut dibacakan, mengacu kepada AD/ART pengurus DWP pada semua tingkatan pengurus, hendaknya menganalisa dan berpikir kembali. Karena saat ini kita berada dalam situasi gencarnya pengarusutamaan gender di dalam lingkungan masyarakat dan adanya tuntutan quota perempuan di perwakilan rakyat. Dengan demikian DWP harus menetukan kegiatan yang lebih bermutu bagi anggota dan tanggap akan isu-isu yang berkembang didalam lingkungan masyarakat.
Selain itu, utnuk program-program dari DWP yang dijabarkan dalam tiga bidang kegiatan, yaitu pendidikan, ekonomi dan social budaya, agar segera dapat dilakukan dengan memberikan perhatian kepada bidang pendidikan. Karena bidang pendidikan merupakan dasar untuk meningkatkan sumber daya manusia. Dengan kata lain, pendidikan formal wajib belajar, patut kita angkat untuk membantu tugas pemerintah dalam upaya memberantas kebodohan.
Ditambahkan, masalah pendidikan tidak akan terlepas dengan masalah ekonomi, karena dalam suatu organisasi memerlukan dana untuk menjalankan roda organisasi. Dengan pemikiran yang kritis dan jeli, diharapkan agar para pengurus dapat mengatur berbagai hal tersebut dengan baik. Sangat disadari bahwa program pemerintah tidak akan berjalan baik tanpa adanya dukungan dari seluruh komponen masyarakat, yang salah satunya adalah organisasi wanita. Oleh karena itu, sehubungan dengan HUT ke VI DWP Papua, maka diharapkan untuk kedepan agar DWP dapat menerapkan sikap mandiri dan demokratis dalam pelaksanaan setiap program kerjanya. Sehingga secara perlahan tapi pasti, bahwa setiap anggota akan belajar mandiri dalam berorganisasi dan membina sikap demokratis dalam mengambil setiap keputusan.**