Jayapura-Dalam rangka mengevaluasi kinerja perusahaan PT. Freeport Indonesia (PTFI), Penjabat Gubernur Provinsi Papua, Dr. Sodjuangon Situmorang, M.Si disarankan segera membentuk tim dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua, untuk ikut serta bersama-sama dengan tim antar departemen yang dibentuk oleh Pemerintah Pusat dalam melakukan kajian pembaharuan kotrak karya PTFI.
Tim tersebut diusulkan terdiri dari Dinas Pertambangan dan Energi, Dinas Pendapatan Daerah, Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedalda), BP3D, Biro Hukum, Biro Keuangan Provinsi Papua beserta kalangan akademisi.
Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Papua, Paulus Jentewo, BE mengatakan hal itu, saat ditemui Bisnis Papua, Rabu (15/02) siang, diruang kerjanya.
Menurutnya, Pemerintah Pusat berencana membentuk tim gabungan lintas departemen guna mengevaluasi kinerja pertambangan PTFI. Tim tersebut akan menilai kembali bagi hasil pertambangan dalam kontrak karya perusahaan dan pengelolaan lingkungan.
Hal demikian merupakan langkah yang maju dan harus didukung oleh semua pihak, namun sampai saat ini Pemerintah Provinsi Papua belum mendapat pemberitahuan secara resmi, terkait dengan upaya pembentukan tim tersebut.
Untuk itu, pihaknya sangat menyayangkan tindakan tersebut karena menurut peraturan perundang?undangan yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya mineral yang ada, seharusnya hal tersebut selalu dikoordinasikan terlebih dahulu dengan Pemerintah Provinsi Papua.
?Jadi kami menyarankan Gubernur agar ikut membentuk tim dari Pemerintah Provinsi sebagai upaya penangannya. Sehingga hasil evaluasi kinerja pertambangan dan bagi hasil dalam kontrak karya perusahaan maupun pengelolaan lingkungan disekitarnya, dapat diungkapkan secara transparan dan terbuka untuk kemudian dipublikasikan kepada masyarakat,? tuturnya.
Jentewo menjelaskan, fakta yang berpengaruh dari sikap ketertutupan yang ditunjukan Pemerintah Pusat terkait dengan penanganan PTFI, adalah dalam pembentukan tim evaluasi oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi Papua tidak diikutsertakan secara aktif dalam pembahasan Kontrak Karya antara Pemerintah Pusat dengan PTFI yang ditandatangani di Jakarta pada tanggal 30 Desember 1991.
Sedangkan kenyataan menunjukkan bahwa dalam operasinya, PTFI telah menimbulkan berbagai permasalahan yang sangat komplek (sosial, budaya, politilk, lingkungan ), sehingga menjadi beban bagi masyarakat Papua, Pemerintah Kabupaten Mimika dan Pemerintah Provinsi Papua.
Selain itu, sesuai dengan peraturan perundang?undangan yang berlaku, evaluasi terhadap kinerja PTFI yang beroperasi di wilayah Provinsi Papua, seharusnya selalu dikoordinasikasi dengan Pemerintah Provinsi Papua dan Pemerintah Kabupaten tempat beroperasinya perusahaan tersebut.
Tanggal/Jam:Oleh karena itu, ?sudah selayaknya apabila Pemerintah Provinsi Papua diikutsertakan dalarn tim yang akan mengevaluasi kinerja PT Freeport Indonesia. Dengan keikutsertaan tim dari Provinsi Papua, diharapkan dapat mengakomodir kepentingan?kepentingan rakyat Papua yang selama ini terabaikan,? akuinya.
Jentewo mengaku bahwa keberadaan PTFI di tanah Papua, harus diakui telah memberi kontribusi yang cukup signifikan dalam pembangunan di tanah ini. Tetapi, banyak kalangan yang menilai bahwa kontribusi yang diberikan PTFI belum sebanding dengan kekayaan sumberdaya mineral yang telah diambil oleh perusahaan tersebut. Sehingga demikian banyak pihak yang mengusulkan agar kontrak karya antara Pernerintah dengan PTFI ditinjau ulang karena lebih memihak kepada kepentingan perusahaan.
Disisi lain, ada kecenderungan bahwa pemerintah pusat belum mempunyai political will untuk mengikutsertakan Pemerintah Provinsi Papua. Hal ini tentunya sangat disayangkan karena bertentangan dengan kentenuan peraturan yang berlaku menurut Undang ? Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang pemberian Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua, Undang?Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, PP Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai daerah otonom, maka Pemerintah Daerah Provinsi berwenang untuk mengelola sumberdaya alam (termasuk sumberdaya mineral) yang ada di wilayahnya dan bertanggung jawab memelihara kelestarian lingkungan sesuai dengan peraturan perundang?undangan.
Secara terperinci dijelaskan, berbagai permasalahan yang timbul selama ini adalah berkaitan dengan kewenangan terhadap penyelenggaraan kewenangan dalam pengurusan perusahaan kontrak karya yang ditandatangani sebelum tanggal 1 Januari 2001, yang ternyata masih menjadi bagian kewenangan Pemerintah Pusat. Hal ini sebenarnya tidak menjadi masalah apabila mekanisme yang ada ditaati. Karena sesuai dengan PP Nomor 75 Tahun 2001 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1969 Tentang Pelaksanaan Undang?Undang Nomor 11 Tahun 1967 Tentang Ketentuan?Ketentuan Pokok Pertambangan Bab XIA Ketentuan Peralihan di dalam Pasal 67a disebutkan bahwa (1) Kuasa Pertambangan (KP), Kontrak Karya (KK), Dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) Yang Diterbitkan Oleh Pemerintah Sebelum Tanggal 1 Januari 2001 Tetap Berlaku Sampai Berakhirnya KP, KK, Dan PKP2B Dimaksud.(2) Penyelenggaraan kewenangan pengelolaan KP sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan oleh Menteri, Gubernur, Bupati/Walikota sesuai kewenangannya. (3) Penyelenggaraan kewenangan pengelolaan KK dan PKP2B sebagaimana dimaksud dalarn ayat (1) dilaksanakan oleh Menteri dan berkoordinasi dengan Gubernur dan Bupati/ Walikota sesuai kewenangannya.
Pihaknya menyimpulkan, Operasi PTFI telah menimbulkan permasalahan yang komplek di tanah Papua, sehingga menjadi beban bagi masyarakat dan Pemerintah Provinsi Papua. Oleh karena itu wacana pemerintah untuk meninjau Kontrak Karya tersebut perlu didukung oleh Pemerintah Provinsi Papua. Karena Peraturan Perundang?undangan menjamin keikutsertaan Pemerintah Provinsi Papua dalam pembahasan peninjuan Kontrak Karya antara Pemerintah PTFI
?Keberadaan Perusahaan Pertambangan PTFI, sangat berpengaruh terhadap berbagai aspek kehidupan di Provinsi Papua. Sehingga setiap tindakan yang dilakukan terhadap PTFI, dampaknya akan langsung dirasakan oleh rakyat yang tinggal di Papua dan bukan di Jakarta. Untuk itu, Pemerintah Pusat perlu memberi penjelasan kepada Pemerintah Provinsi Papua mengenai hal itu dan memberi ruang kepada Pemerintah Provinsi Papua untuk ikut serta dalam pembentukan Tim Peninjauan Kontrak Karya antara Pemerintah dengan PTFI,? ucap Jentewo berharap.**