JayapuraDESAKAN agar PT Freeport segera ditutup semakin kuat. Kamis (23/02) kemarin, Solidaritas Mahasiswa Papua Pegunungan dan Masyarakat Pegunungan Tengah menyampaikan aspirasi tujuh suku yang memiliki hak ulayat penuh di kawasan pertambangan PT Freeport Indonesia (PT FI) agar perusahaan asal Amerika ini ditutup. Aspirasi itu disampaikan ke wakil rakyat dan Anggota Majelis Rakyat Papua (MRP) yang kemarin hadir di gedung Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP).
Dalam aksi demo damai kemarin, Mahasiswa dan Masyarakat Papua mendesak pemerintah untuk segera menutup PT Freeport karena keberadaanya tidak memberikan dampak yang baik bagi kesejahteraan orang Papua.
Keberadaan Freeport, lanjut mereka, hanya menimbulkan korban sipil dan itu terbukti dengan aksi penembakan terhadap 7 warga sipil di mile 72 diareal konsensi PT Freeport yang dijaga aparat keamanan.
Mahasiswa dan masyarakat Papua juga menuntut sikap tegas dari pihak DPRP agar bisa mengeluarkan satu keputusan politik yang intinya adalah menutup PT Freeport Indonesia, karena selama ini perusahaan raksasa tersebut dinilai tidak memberikan kontribusi berarti bagi orang Papua.
?Kegiatan eksploitasi tambang di Timika tidak ada kontribusi yang berarti bagi masyarakat setempat, bagi daerah serta bagi negara, bahkan hanya menjadikan rakyat sipil sebegai korban,?ungkap Koordinator Solidaritas Mahasiswa Papua Markus Haluk.
Menurut Haluk, Penambangan yang dilakukan oleh masyarakat Timika itu hanya di daerah aliran pembuangan limbah atau tailling, tetapi kenapa mereka dilarang bahkan hasil dulangan emas tersebut ditahan oleh keamanan PT Freeport padahal ini bukan dicuri dari perusahaan. Mereka mendulang dari limbah yang telah dibuang.
?Hutan kami sudah dirusakan oleh kegiatan eksploitasi tambang oleh PT Freeport, sehingga warga setempat tidak bisa berkebun, hasil kekayaan tambang sudah diambil sementara rakyat tidak memperoleh apa-apa. Untuk itulah tujuh suku yang mempunyai wilayah di areal kerja PT Freeport Indonesia bersama seluruh rakyat Papua lainnya menyatakan PT Freeport harus ditutup,?tegas Haluk.
Ketua Komisi A DPRP, Yance Kayame di dampingi anggota DPRP dan sejumlah anggota MRP saat menerima aspirasi para demonstran kemarin, menegaskan bahwa apa yang disampaikan masyarakat Papua itu telah dibicarakan dewan.
Sehingga dengan aspirasi rakyat tersebut maka dewan akan menindaklanjutinya dengan membentuk Panitia Khusus (Pansus).Pansus nantinya akan melibatkan kalangan cendikyawan, serta perwakilan masyarakat sebagai penghubung Pansus dengan warga di Timika.
Hal senada juga disampaikan oleh salah satu anggota MRP, Mince Rumbiak. Saat ini, lanjut Mince, MRP telah mengirimkan tim dipimpin Ketua MRP Agus Alua untuk melakukan investigasi dilapangan.
Negara Kehilangan Rp 27 M
PENERIMAAN negara dari PT Freeport Indonesia diperkirakan berkurang USD2,7 juta/hari menyusul penutupan kegiatan operasi tambang akibat aksi warga setempat di dekat lokasi tambang emas dan tembaga.
Dirjen Mineral, Batubara, dan Panas Bumi Departemen ESDM Simon Sembiring usai mengikuti raker Pansus RUU Mineral dan Batubara Komisi VII DPR di Jakarta, Kamis mengatakan, perkiraan itu jika melihat rata-rata penerimaan negara dari Freeport yang mencapai sekitar satu miliar dolar per tahun. "Jadi, bisa dihitung berapa kehilangan pendapatan negara dari Freeport per harinya," ujarnya.
Ia menjelaskan, setiap hari, Freeport memproduksi konsentrat mencapai 12,5 ton. Dari konsentrat itu, hasil emas mencapai 30 gram per ton dan tembaga sekitar empat ton. Penerimaan negara dari Freeport tersebut di antaranya berupa royalti, retribusi, pajak penghasilan (PPh) dan pajak pertambahan nilai (PPN). Besar royalti dihitung berdasarkan formula secara progresif yang mengikuti kecenderungan harga emas di pasar internasional.
Simon menambahkan, kasus Freeport tersebut merupakan masalah nasional karena menyangkut banyak pihak dan begitu kompleks. "Hal ini terjadi juga karena banyaknya orang yang menganggur, sehingga terpaksa menjadi penambang ilegal. Kalau masyarakat sudah sejahtera, maka mereka tentu tidak mau mencuri," katanya.
Mengenai apakah kejadian ini merupakan force majure, Simon mengatakan, pemerintah belum memutuskannya. "Namun, kalau apakah kontrak Freeport dengan para pembeli merupakan force majure atau tidak, tergantung isi perjanjian kontraknya," ujarnya