BPID : Pusat Belum Serius Tangani Masalah Perijinan
*Disinyalir Ada Kepentingan
Jayapura-Pemerintah Pusat dinilai belum serius menangani masalah perijinanan untuk penanam modal asing maupun penanaman modal dalam negeri di daerah. Birokrasi perijinan yang dikelola oleh sekian banyak atap, baik di departemen yang ada di pusat maupun instansi-intansi yang ada di daerah, juga dinilai sangat menghambat investasi dari para investor yang mau berinvestasi di daerah.
Bayangkan saja, untuk berinvestasi di Indonesia, para investor harus bolak-balik Jakarta kemudian kembali mengurus di perijinan di daerah. Tak hanya itu, pengurusan perijinan yang sebenarnya dapat dipercepat, ternyata diperlambat oleh adanya tarik ulur keputusan atau friksi yang sangat kuat antara pusat dan daerah.
Salah satu contoh friksi tersebut seperti dialami oleh salah satu instansi yang bergerak dibidang perijinan penanam modal di Papua. Betapa tidak, karena memberikan ijin Surat Persetujuan Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) kepada sejumlah investor yang berencana menanamkan modalnya di Papua, Kepala Badan Promosi dan Investasi Daerah (BPID) Provinsi Papua, Drs. H. M. Alhamid, pada bulan Maret 2006 kemarin, mendapat somasi atau surat teguran dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).
Surat teguran tersebut, dinilai sarat akan kepentingan karena tidak menginginkan pelayanan pemberian perijinan diserahkan kepada daerah sesuai dengan Kepres Nomor 29 Tahun 2004 yang menyatakan "bahwa kewenangan penanaman modal telah diserahkan (bukan digelegasikan) kepada daerah dan merupakan kewenangan wajib melalui UU," sehingga keinginan untuk pelaksanaan pelayanan satu atap oleh BKPM harus didasarkan kepada penyerahan kewenangan kembali oleh Gubernur/Bupati/Walikota sesuai dengan pasal 4 Kepres Nomor 29 Tahun 2004. Sedangkan penyererahan kewenangan kembali dari Gubernur Papua dan Bupati/Walikota se-Papua belum pernah dilakukan kepada BKPM.
"Kami hanya ingin agar pelayanan perijinan ini dilakukan satu atap oleh Gubernur atau hanya diurus disatu tempat saja, yaitu daerah yang akan dimasuki oleh para investor. Bukannya dia urus di Jakarta terus balik ke Papua dan belum untuk perijinan yang lainnya lagi, dia harus bolak-balik Jakarta - Papua. Sedangkan untuk bolak balik itu dia harus keluar lebih banyak dana lagi, orang mau investasi kok malah dipersulit," akunya, saat ditemui wartawan, Selasa (18/4), diruang kerjanya.
Selain itu dikemukakan bahwa, didalam pasal 3 (Kepres Nmor 29 Tahun 2004) dijelaskan bahwa pelayanan persetujua, perizinan dan fasilitas penanaman modal sebagaimana diatur pada pasal 2 huruf c dalam rangka PMA dan PMDN dilaksanakan oleh BPKM berdasarkan pelimpahan kewenangan dari Menteri/Lembaga Pemerintahan Non Departemen dan seterusnya. Sehingga dari UU ini, bahwa pendelegasian kewenangan kedudukannya lebih rendah dari penyerahan kewenangan. Berarti daerah memperoleh penyerahan kewenangan melalui UU sedangkan BPKM memperoleh pendelegasian kewenangan melalui Kepres.
Friksi-friksi tentang masalah ini telah cukup lama berkembang melalui berbagai dialog dan diskusi namun pada kenyataannya belum ada solusi yang memuaskan semua pihak. Pihak BPID mengaku bahwa telah beberapa kali menyarankan kepada BKPM pada pertemuan dengan instansi penanaman modal daerah untuk mendapatkan kesepakatan, tetapi belum mendapatkan kesepakatan dari Kepala BKPM. Namun dengan tiba-tiba turun Kepres Nomor 29 Tahun 2004 dengan berbagai aturan pelaksanaannya dari BKPM yang nyatanya tidak dapat diterima oleh instansi penanaman modal di daerah.
"Jadi ini memang sudah lama kami usulkan, namun tidak pernah ada tanggapan dari BKPM. Oleh karena itulah, melalui prakarsa saya juga kemarin, saya juga telah mengusulkan pembentukan satu lembaga atau asosiasi tentang penanaman modal di seluruh Indonesia, dan itu benar-benar terbentuk yang diketuai oleh instansi penanaman modal di DKI Jakarta. Namun nyang terpenting dan harus diingat oleh BPKM bahwa yang jelas kami hanya ingin agar pelayanan perijinan dilakukan satu atap dan tidak harus melakukan perijinan disana-sini. Kami hanya ingin berusaha untuk memudahkan pengurusan perijinan atau memperpendek birokrasi," akuinya.
Berdasarkan pengalaman ini, maka Pemerintah Pusat seharusnya tidak tinggal diam dan lebih serius menangani masalah perijinan yang masih menjadi tarik ulur antara pusat dan daerah. Karena apabila hal ini dibiarkan secara terus menerus, maka akan mempengaruhi masuknya investasi di daerah. Melainkan hanya akan membuat para investor untuk takut berinvestasi di daerah.**