28Jul 06
- Uncategorized
- 1711 x dilihat.
Kepada Gubenur, DPRP, MRP, bupati dan seluruh pemimpin di Papua, Presiden SBY menekankan 5 poin yang harus dicatat oleh mereka agar percepatan pembangunan di Papua bisa terwujud.
Pertama, berdasarkan Otsus, harus dilakukan percepatan peningkatan kesejahteraan rakyat di bidang pendidikan, kesehatan, pendapatan rakyat dan infrastruktur pada khususnya dan sektor lain pada umumnya.
Kedua, dalam jangka pendek dan sedang 1 tahun hingga 3 tahun mendatang, intensifkan upaya untuk membangun ketahanan pangan yang cukup tersedia, dapat disimpan dilumbung sehingga tahan meskipun ada gangguan cuaca dalam pertanian. "Bangun ketahanan pangan lokal ketahanan pangan komunitas diseluruh Papua terutama di daerah rawan pangan," katanya.
Ketiga, meminta gubenur dan semua pemimpin di daerah untuk melaksanakan langkah pemberantasan penyakit menular secara khusus dan intensif termasuk membangun lingkungan yang sehat, perumahan yang sehat dan meningkatkan kegiatan dan prasarana pendidikan dasar serta keterampilan terapan artinya mengikuti pendidikan keterampilan yang setelah itu bisa bekerja. "Bangun infrastruktur dasar, seperti jalan, jembatan, air bersih, dengan demikian tidak boleh bumi Papua yang kita cintai yang bernaung di bawah sang saka Merah Putih ini masih ada daerah yang tidak bisa berhubungan dengan daerah lain atau saudaranya yang lain. Kembangkan infrastruktur itu secara nyata dengan anggaran yang tepat dengan sasaran yang tepat pula," paparnya.
Keempat, sebagaimana diketahui bahwa anggaran untuk Pemerintah Provinsi Papua cukup besar, Presiden berharap agar pimpinan daerah dapat menggunakan anggaran secara tepat transparan dan semua dipertanggungjawabkan dengan baik.
"Teruslah membangun pemerintahan yang baik di seluruh Papua pemerintahan yang bersih, bebas dari korupsi, pemerintahan yang responsive mengerti kebutuhan rakyatnya, pemerintahan yang terbuka dan pemerintahan yang akuntabel. Rakyat sudah lama menunggu hasil nyata dari Otsus, rakyat ingin melihat perubahan dari tahun ke tahun. Saatnya telah tiba sekarang untuk membuktikan kepada rakyat bahwa anggaran Otsus benar-benar bisa mengubah keadaan mereka dari waktu ke waktu. Saya percayakan penuh Gubernur Barnabas Suebu untuk memimpin mengembangkan masyarakat dan daerah yang kita cintai ini," paparnya menekankan.
Kelima, kebijakan nasional untuk Papua di dasarkan pada kebijakan yang dikembangkan oleh gubernur dan para pemimpin di Papua. Dirinya ingin melihat proses dari bawah. "Saudara yang paling tahu situasi dan kondisi Papua, saudara yang paling tahu permasalahan di Papua. Susun kembangkan rencana pembangunan itu, tentu akan saya restui dan saya dukung dan jalankan dengan sungguh-sungguh agar hasilnya nyata. Rujuk semuanya dari Otsus, implementasikan Otsus dengan sebesar-besarnya dengan demikian kebijakan yang kami kembangkan dipusat tiada lain adalah dukungan terhadap kebijakan dari daerah," katanya seraya menambahkan bahwa tentunya dengan harapan rakyat bisa merasakan benar bahwa kebijakan itu membawa kemajuan dan kebaikan dimasa yang akan datang.
Presiden juga menekankan bahwa persoalan utama di Papua bukanlah pada minimnya alokasi anggaran dari pemerintah karena pemerintah pusat telah memberikan alokasi anggaran yang cukup. Dari tahun 2005 ke tahun 2006 terjadi lonjakan transfer atau pemindahan dana pusat ke Papua hampir 2 kali lipat. Lonjakan ini menyebabkan Papua menempati urutan teratas dari segi transfer dana pusat perkapita melampaui perolehan daerah - daerah lainnya di tanah air. Dari dana perimbangan dan dari dana Otsus, transfer Pemerintah Pusat ke Papua dan Provinsi IJB meningkat dari Rp 6,8 triliun pada tahun 2005 menjadi Rp 11, 8 triliun pada tahun 2006. " Kalau kita masukan dana dekonsentrasi dan DAU serta dana instansi vertical, maka angka tersebut menjadi lebih besar lagi dari Rp 9,05 triliun tahun 2005 naik menjadi Rp 16,81 triliun pada tahun 2006," paparnya.
Lanjutnya, sebagaimana diketahui bahwa pembangunan nasional yang tengah dijalankan saat ini adalah berupaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat di daerah di seluruh Indonesia, termasuk di daerah tertinggal.
"Saya telah meminta kementerian koordinator Kesejahteraan rakyat dan kementerian daerah tertinggal untuk mendorong dan membantu pemerintah daerah untuk melakukan percepatan pembangunan di daerah sebab pembangunan di daerah tertingal memerlukan kesungguhan dari seluruh komponen bangsa untuk mewujudkannya," terangnya. Karena daerah yang secara geografis terisolasi dan terpencil daerah perbatasan antar negara, daerah pulau kecil, daerah pedalaman, serta daerah rawan bencana adalah daerah yang memerlukan perhatian serius.
Saat ini, sebaran daerah tertinggal berdasarkan wilayah terdapat 123 kabupaten atau 63 persen ada di kawasan timur. 58 kabupaten atau 28 persen di ada Sumatera dan 18 kabupaten atau 8 persen di Jawa dan Bali. "Daerah itu perlu mendapat perhatian yang lebih besar agar dapat tumbuh sejajar dengan daerah lain. Kita hadir di sini untuk memperkokoh komitmen untuk secara sungguh-sungguh melakukan percepatan pembangunan di daerah tertinggal tadi khususnya di Papua lebih kusus lagi kita ingin mempercepat pembangunan di daerah - daerah pedalaman yang terisolasi di Pegunungan Tengah, seperti kabupaten Jayawijaya, Yahukimo, Pegunungan Bintang, Tolikara dan Puncak Jaya.
Menurut Presiden, penyediaan infrastruktur dasar bersama kegiatan pertanian, kesehatan, pendidikan, perumahan dan energi adalah kunci bagi percepatan pembangunan di Papua. Persoalan dasar ini terutama ada di pedalaman dan pegunungan yakni isolasi ekstrim yang diakibatkan oleh kondisi alam dan topografi menyebabkan masyarakat terisolasi alam dan sulit dijangkau oleh dunia luar.
Percepatan pembangunan di Pegunungan Tengah ini tidak dapat dipisahkan dari strategi besar pemerintah pusat untuk mempercepat pembangunan di Provinsi Papua berdasarkan Otonomi Khusus.
Sementara itu, Menkokesra Aburizal Bakrie terkait dengan penutupan kegiatan tim interdep tersebut melaporkan bahwa kegiatan yang telah dilakukan oleh tim interdep di kabupaten Yahukimo melibatkan hampir semua departemen teknis yang ada dan bekerja sama dengan pemerintah provinsi, kabupaten dan jajaran TNI/Polri sejak akhir Desember 2005 lalu. "Seluruh pelaksanaan kegiatan diarahkan untuk menolong masyarakat di Pegunungan yang mengalami situasi rawan pangan, masalah kesehatan, penddikan serta kondisi isolasi yang relatif eksrim," katanya.
Dilaporkan bahwa bahan bantuan pangan yang telah berhasil disalurkan ke 17 Posko di titik rawan adalah sejumah 1021 Ton yang tediri dari beras 665 ton, ubi jalar 285 ton, dan mie instant, biscuit, makanan kaleng, obat -obatan dan makanan pendamping ASI. Dari semua bantuan itu target utama adalah memberikan ketahanan dalam bidang pangan agar tidak terjadi kelaparan massal di daerah tersebut.
Dikatakan di bidang pertanian telah dibuka ladang percontohan serta penyebaran bibit unggul ubi jalar di 17 posko.
"Ahli pertanian kita dan 32 PPL yang direkrut dari Yahukimo dan Jayawijaya telah berhasil membuka lahan pengembangan seluas 208 Ha dan menyebarkan 4,1 Juta stek varietas ubi jalar unggulan seperti Wamena Patipi, Wamena Solossa, Wamena Cangkuang, Halaleke dan sebagainya," terangnya.
Dengan keberhasilan varietas baru itu, diharapkan masyarakat mau mengadopsi produk pertanian baru dan masyarakat juga sudah dengan lancer menanam varietas baru sehingga ketahanan pangan masyarakat di pegununagn Jayawijaya dapat berlangsung secara berkesinambungan.
Selain penanaman varietas baru juga telah disebarkan 25 ribu alat pertanian. Diantaranya parang, linggis dan pacul yang diberikan pada masyarakat. Selain itu masyarakat juga diperkenalkan metode pertanian yang baik dengan pupuk. Tim pertanian juga telah merintis sesuatu yang belum pernah dicoba tetapi sangat vital yakni memperkenalkan hewan beban kuda untuk penangkutan dan diharapkan berkembang biak sehingga bisa menjadi model transportasi untuk pengangkutan efektif bagi masyarakat.
Lalu di bidang kesehatan, telah dikirim tenaga dokter muda yang datang dari seluruh tanah air yang sudah beberapa bulan mengabdi di daerah tersebut, begitu tenaga perawat juga dikirmkm ke semua titik kritis. "Selama lebih dari 6 bulan sudah dilakukan pelayanan kesehatan ditemukan bahwa 80.000 warga temuannya prefalensi penyakit dominan di daerah ini adalah ISPA. Yakni infeksi saluran pernapasan akut, cacingan dan diare. Ispa disebabkan honay warga tidak punya ventilasi sementara warga memasak dalam honay," jelasnya.
Untuk kegiatan pendidikan lanjut Aburizal Bakrie, telah dilakukan pengumpulan dan pelatihan guru - guru yang tugas di daearh terpencil yang selama ini meninggalkan tempat tugas, juga telah dirumuskan penambahan insentif bagi guru dan juga rumah sudah disiapkan. Selain itu juga ada bantaun perawatan sekoah, seragam dan alat belajar mengajar sebanyak jumlah siswa yang ada di 17 posko tim interdep.
Dalam pendidikan non formal tim kementrian pemberdayaan perempuan juga telah ikut melakukan training of trainer dengan mengajarkan hal-hal sederhana seperti mandi dan gosok gigi pada warga. Lalu kegiatan perintisan infrastruktur pedesaan telah berhasil diselesaikan seperti pembutaan mikro hydro di Kurima dan Holua sebagai contoh, pemasangan 130 unit listrik tenaga surya dan unit komunikasi radio SSB untuk saling berhubungan di 17 titik dan ibu kota Dekai. Juga dilakukan pembuatan lumbung dan bangnan serbaguna telah dilaksanakan di 17 posko lokasi interdep dan pembuatan Posko jalan yang dikerjakan oleh Zeni tempur TNI AD. Penyediaan sarana air bersih, perluasan awal bandara Dekai dan pembuatan dermaga di Logpon.
Apel bersama yang juga disaksikan oleh ratusan bahkan ribuan warga Kurima dan distrik di sekitarnya itu diawali dengan sambutan dari Gubernur Provinsi Papua Barnabas Suebu, SH yang memaparkan bahwa Kabupaten Yahukimo merupakan pecahan dari Kabupaten Jayawijaya. "Yahukimo berkali-kali mengalami bencana alam bahkan kelaparan," katanya.
Usai apel bersama tim interdep, Presiden dan Ibu Negara didampingi Gubernur Suebu meresmikan listrik desa dengan menekan saklar, selain itu, Presiden juga melihat-lihat hasil panen ubi jalar petani dari varietas Wamena Solossa dan Wamena Patipi dan lain-lain.