Walaupun virus flu burung belum terindikasi menginveksi manusia dan masih sebatas menyebar pada hewan unggas, menurut penelitian di Kabupaten Timika baru-baru ini, namun Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Papua tidak mau tinggal diam.
Ditengah gencar-gencarnya Dinas Peternakan, Karantina Hewan maupun instansi terkait melakukan proteksi maupun pencegahan dengan melakukan penyemprotan dan penjagaan ketat dipintu-pintu masuk, baik pelabuhan dan bandara, Dinkes tengah melakukan proteksi awal bagi pasien yang telah terinveksi virus flu burung di Papua.
Dinas Kesehatan melakukan 2 upaya pencegahan, yakni dengan menyiapkan ruang khusus atau ruang karantina bagi pasien yang terindikasi virus flu burung dan melakukan renovasi kembali ruang lab untuk ditempati sebagai ruang pengujian virus flu burung bagi manusia. Untuk penyiapan ruang karantina telah digunakan anggaran khusus baik oleh Dinkes dan pihak rumah sakit, sedangkan untuk penyempurnaan lab pengujian virus flu burung pada manusia, Dinkes telah mengusulkan anggaran senilai Rp. 200 juta kepada Pemerintah Pusat. Sedangkan untuk alat pengujiaannya akan disiapkan secara terpisah oleh Pemerintah Pusat. Hal itu, dikatakan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, dr. Tigor Silaban,Rabu (9/7), di Kantor Gubernur, Dok II Jayapura.
Menurutnya, upaya maupun langkah-langkah yang diambil merupakan tindak lanjut dari instruksi dari Gubernur, yang meminta agar segera dilakukan proteksi awal terhadap pasien yang terindikasi terkena flu burung. “Ini merupakan instruksi Gubernur untuk kami tindaklanjuti dengan segera melakukan proteksi awal bagi pasien yang terkena virus kematikan ini,” ucapnya.
Dikatakan, penularan virus flu burung pada manusia, akibat oleh adanya kontak secara langsung antara manusia dengan hewan tertular. “Contohnya pada ayam, pada saat kita mendekat didekat kandang ayam, lalu kotoran yang kering itu ditiup angin dan masuk kelubang hidung pernapasan kita, maka kita akan tertular virus ini,” ujarnya.
Disamping itu, upaya pencegahan atau pengobatan terhadap pasien virus flu burung, hanya dapat dilakukan dalam 48 jam. Dan apabila pengobatan medis dilakukan kepada pasien yang terindikasi telah lewat dari 48 jam maka, sekitar 70 persen pasien tersebut akan meninggal.
“Jadi, sebenarnya pasien yang telah tertular ini bisa kita tolong, asalkan waktu pengobatan dilakukan sebelum 48 jam, tapi kalau sudah lewat dari 48 jam maka perkiraan untuk hiduip akan sangat kecil kemungkinannya,” ujar Tigor.Berkaitan dengan ini, Tigor memberikan solusi agar seluruh masyarakatyang sering melakukan kontak langsung dengan hewan unggas untuk selalu mengkonsumsi bahan makanan yang mengandung kurkuma, seperti jahe, ginseng, kunyit dan lain-lain. Pihaknya yakin melalui mengkonsumsian bahan makanan kurkuma ini, maka tingkat penyebaran virus flu burung dapat dimatikan. “Jadi, dengan pengkonsumsian bahan makanan yang mengandung kurkuma, seperti jahe, ginseng dan kunyit, itu dapat mematikan virus flu burung. Jadi bagi mereka yang selalu mengadakan kontak langsung dengan hewan unggas itu lebih baik banyak mengkonsumsi makanan ini. Sehingga terhindar dari virus flu burung,” ajaknya.
Dalam kesempatan itu, Tigor kembali menghimbau masyarakat untuk tidak takut mengkonsumsi makanan ayam maupun telur ayam. Karena pengkonsumsian ayam maupun telur ayam yang sudah dimasak sebelumnya dapat membunuh kuman, bakteri maupun virus.