Tingkat pendapatan masyarakat Papua, apabila dirata-ratakan sampai ditingkatan terbawah hingga ke wilayah pedesaan, pedalaman maupun perkampungan masuk pada kategori yang sangat rendah. Hal ini dibuktikan dengan hasil perhitungan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) perkapita tahun 2005 (tanpa konsentrat) di Papua yang hanya senilai Rp. 6,67 juta dan apabila dibagi rata dengan banyaknya jumlah penduduk, hanya menghasilkan pendapatan sekitar Rp. 500 ribu per orang per bulannya.
Jumlah ini tentunya sangat memprihatinkan, karena tingkat pendapatan yang minim disertai dengan tingginya harga jual berbagai produk maupun bahan makanan di Papua, cukup menyibak berbagai pertanyaan apakah kemiskinan di Papua dapat benar-benar “dihapus”.
Kepada wartawan Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Papua, Ir. JA. Djarot Soetanto, MM, mengaku dalam hasil perhitungan PDRB perkapita (dengan konsentrat) untuk tahun 2005 di Papua adalah senilai Rp. 23, 27 juta. Angka ini memang cukup besar, namun sumbangan terbesar diberikan oleh PT. Freeport Indonesia (PTFI) dan bukan merupakan pendapatan baku masyarakat Papua diwilayah pedalaman, pedesaan maupun perkampungan.
“Jadi, kalau tanpa tambang maka hasil pendapatan di Papua masih sangat rendah rata-ratanya Rp. 500 ribu lebih per bulan. Disisi lain perhitungan PDRB yang sudah termasuk tambang juga tidak menggambarkan angka ril pendapatan masyarakat. Alasan lainnya adalah, masyarakat petani di daerah pedalaman belum tentu menghasilkan pendapatan sekitar Rp. 23 juta lebih dalam setahun, disamping itu, penghasilan para pekerja di Freeport belum tentu dibelanjakan di Papua dan tidak semuanya orang yang bekerja di Freeport itu orang Papua, kan pekerja lainnya dari luar daerah dan dari luar negeri,” ungkapnya kepada Bisnis Papua, Selasa (15/7), diruang kerjanya.
Diakui Djarot, walaupun pada triwulan II tahun 2006 PDRB perkapita Papua (sudah termasuk tambang) sudah terlihat mengalami peningkatan sebesar 10, 87 persen (Rp. 4,04 juta) dengan nilai keseluruhan, yakni sebesar Rp. 4, 48 juta, tetap perlu ada upaya konkrit dari pemerintah untuk mendorong dan meningkatkan pendapatan masyarakat. Disisi lain, Pemerintah Daerah perlu mengambil langkah-langkah maupun upaya perbaikan guna meningkatkan pendapatan masyarakat Papua, khususnya masyarakat Papua diwilayah pedesaan maupun perkampungan.
Jika menilai lebih jauh berkaitan dengan hasil PDRB perkapita (termasuk tambang) di tahun 2005, yakni sebesar Rp. 23, 27 juta, maka penghasilan setahun dalam jumlah sebesar ini, terbanyak dihasilkan oleh masyarakat Papua yang bekerja didaerah perkotaan atau ibukota daerah dan jelas tidak bisa dihasilkan oleh masyarakat diwilayah perkampungan apalagi di daerah yang terisolasi.
Sejauh ini, dari sekian banyak jumlah uang yang masuk ke Papua, itupun 2 kali lipatnya dibelanjakan di luar Papua. Dalam artian, perputaran uang di tanah Cendrawasih ini, sangat sedikit dan tidak mengalami perkembangan yang signifikan padahal anggaran yang diberikan sebesar trilyunan rupiah.
Satu hal menarik lainnya dikatakan Djarot. Menurutnya, tingkat Pendapatan Asli Daerah atau PAD di kabupaten di Papua, belum dapat memenuhi kebutuhan belanja rutin apalagi untuk belanja pembangunan. “PAD di Papua belum bisa untuk membiayai pembangunan di kabupaten penghasil itu sendiri. Jangankan untuk belanja pembangunan untuk belanja rutin saja itu belum bisa,” ucapnya.
Atas fakta demikian, pemerintah perlu mengambil satu ketegasan maupun kebijakan yang tentunya dapat mengakomodir peningkatan pendapatan masyarakat di Papua. Karena sudah terbukti dengan banyaknya jumlah uang yang dialokasikan bagi Papua, belum berhasil meningkatkan pendapatan masyarakat diwilayah pedesaan maupnu perkampungan, apalagi mau “menghapus” kemiskinan.