Gubernur Suebu juga mempertanyakan prosedur penembakan kepada nelayan pelanggar batas diatas kapal. “Sangat disayangkan memang, nyawa manusia kok, bukan binatang,kenapa harus ditembak, misalnya kalau luka-luka saja dia masih hidup. Toh, ada yang sampai mati ya, sangat disayangkan. Sebenarnya apa perbuatan dia sedemikian rupa sehingga dia harus ditembak mati,” ucapnya, usai menyampaikan pidato HUT kemerdekaan RI yang ke - 61 di ruang kerjanya. Menurutnya, saat ini kasusnya tengah diproses oleh Pemerintah Pusat, karena sudah menjadi hubungan antar negara, namun Pemerintah Provinsi Papua tetap memberikan laporan ke Jakarta melalui nota diplomatic serta juga meminta agar hal ini segera diselesaikan. “Karena itu penembakan yang sudah ada jatuh korban dipihak kita dan lewat jalur diplomatic itu harus ditangani karena ada aturannya. Dan sudah dilaporkan ke Jakarta dan Jakarta sudah lakukan tindakan, karena seperti di pembukaan UUD 1945 bahwa semua warga negara mempunyai hak untuk dilindungi oleh negara,” tegas Suebu.
Seperti diketahui, sekitar pukul 00.00 WIT Senin (7/8/06) para nelayan bertolak dari Jayapura menuju perairan RI – PNG di perbatasan Wutung. Keesokan harinya, di wilayah perairan PNG, tepatnya di Desa Muso yang masih masuk wilayah Provinsi Sandown PNG pada jam 9 pagi waktu PNG, para nelayan disergap dan pada waktu itu posisi Mulyadi berada di bagian bawah kapal tepatnya berada di ruang mesin. Seketika kemudian kapal KM. Buana Jaya yang ditumpangi kesepuluh nelayan itu digandeng, karena mesin kapal KM Buana Jaya belum padam, para tentara PNG mengira para nelayan akan melarikan diri dan para awak dibrendeng atau ditembaki, dan pelurunya mengenai mesin bagian belakang dan akibat tembakan itu kapal menjadi terhenti. Namun karena mesin masih dalam keadaan menyala, maka para nelayan kembali dibrendeng (ditembak). Belum jelas pada tembakan pertama atau yang kedua, pada waktu Mulyadi terkena tembakan tepat dibagian kepala. Tak hanya kepala yang bersarang peluru, namun bagian tangan Mulyadi pun ikut tertembak. Disinyalir korban dalam posisi seperti sedang berdiri dan seolah-olah ingin menangkis karena di bagian tangannya ikut tertembus peluru yang nyasar dikepalanya. Dalam waktu yang bersamaan Gopal dan Hamid turun untuk memberi bantuan namun ikut terkena tembakan di bagian paha. Saat ini baik jenazah Mulayadi, maupun kesembilan nelayan (termasuk 2 korban luka-luka Hamid dan Gopal) sudah berada di Jayapura. kesembilan nelayan itu diserahkan oleh Pemerintah PNG melalui Konsulat RI di Vanimo. Para nelayan sempat disiangkan dan didenda 200 kina atau Rp. 600 ribu per orang sebelum dipulangkan.