Perda Penanggulangan HIV/AIDS, yang keberadaannya diharapkan dapat menjadi “payung’” bagi upaya penanggulangan HIV/AIDS yang lebih sistematis, teknis maupun yuridis. Pertemuan Konsultasi “Legal Drafting” Perda HIV/AIDS rencananya akan dilangsungkan selama dua hari, mulai tanggal 4 s/d 5 September 2006 di Hotel Yasmin, Jayapura. Kegiatan itu, akan dibuka oleh Gubernur Provinsi Papua, Barnabas Suebu, yang akan dihadiri oleh Ketua DPR Provinsi Papua dan Irian Jaya Barat. Peserta pertemuan adalah Ketua Komisi A (Hukum dan Pemerintahan), Komisi C (Anggaran), dan Komisi E (Kesra) DPR Provinsi Papua dan Irjabar serta DPR dari 19 Kabupaten/Kota di dua provinsi tersebut.
Sementara dari jajaran eksekutif sebagai peserta adalah Kepala Biro Hukum Setda Provinsi Papua dan Irjabar serta para Kepala Bagian Hukum dari 19 kabupaten / Kota. Sedangkan untuk jajaran KPA, akan dihadiri Sekretaris KPA Provinsi Papua dan Irjabar serta 19 KPA Kabupaten/Kota. Kemudian untuk peserta dari kabupaten / Kota adalah Kabupaten Jayapura, Kota Jayapura, Kabupaten Keerom, Kabupaten Sorong, Kota Sorong, Kabupaten Pegunungan Bintang, Kabupaten Jayawijaya, Kabupaten Nabire, Kabupaten Paniai, Kabupaten Puncakjaya, Kabupatem Mimika, Kabupaten Biak, Kabupaten Merauke, Kabupaten Mappi, Kabupaten Asmat, Kabupaten Manokwari, Kabupaten Teluk Bintuni, Kabupaten Fakfak, dan Kabupaten Kaimana.
Sejak AIDS dikenal tahun 1981, diperkirakan lebih dari 40 juta orang telah terinfeksi, 22 juta diantaranya sudah meninggal. Fakta menunjukkan 95% kasus HIV terjadi di negara berkembang yang memiliki jumlah masyarakat miskin yang besar, keterbatasan infrastruktur, kekurangan sumberdaya, dan sarat dengan hambatan simultan yang keseluruhannya memberi kontribusi pada lajunya epidemi HIV/AIDS. Peraturan perundangan yang mengatur tentang HIV/AIDS berhubungan dengan etika, hukum, dan HAM tidak saja berfungsi sebagai wadah untuk aktualisasi hak asasi dan kepastian hukum tapi juga sebagai salah satu instrumen penting dalam upaya mengurangi laju penyebaran infeksi. Kondisi peraturan perundang-undangan tentang HIV/AIDS di Indonesia dalam 15 tahun terakhir berjalan sangat lambat. Bisa dikatakan tidak satupun produk hukum bermakna yang dihasilkan, dibanding dengan negara lain. “Peraturan daerah menjadi penting karena mengatur hal-hal spesifik di satu daerah dan memiliki kelebihan yang strategis yakni daya ikat yang jelas pada anggota masyarakat di suatu wilayah, spesifik mengatur kebutuhan dan kondisi daerah, dan mendukung kebijakan ke arah pembiayaan sendiri,” kata P.S Ukung Pelaksana Tugas Ketua Harian KPA Provinsi Papua.
Lebih lanjut dijelaskan, tujuan pertemuan ini adalah untuk menyamakan persepsi tentang kebutuhan percepatan penanggulangan HIV/AIDS antara jajaran legislatif dan eksekutif serta merangsang percepatan penyusunan Perda HIV/AIDS di Tanah Papua sebelum tahun 2007. Pertemuan ini juga, katanya, merupakan tindak-lanjut dari salah satu point kesepakatan dari Pertemuan Regional dalam Rangka Akselerasi Penanggulangan HIV/AIDS di Tanah Papua, di Sentani, pada bulan Mei 2006 lalu.