Epidemi HIV/AIDS di Papua sudah masuk tahap menghkawatirkan. Saat ini Provinsi Papua tercatat memiliki prevalensi kasus HIV/AIDS tertinggi di Indonesia. Dari data terakhir Dinas Kesehatan Provinsi Papua per Juni 2006 disebutkan bahwa angka HIV/AIDS di Papua sebanyak 2703 kasus. Sebanyak 1651 kasus HIV (+) dan 1052 AIDS. Satu hal yang lebih mengkawatirkan adalah kasus HIV/AIDS di Papua sudah menyebar dalam populasi umum (generalized epidemic). Estimasi Dinas Kesehatan Provinsi Papua tahun 2005, diperkirakan sekitar 11.000 – 12.000 orang di Papua yang sudah terinfeksi HIV. Dalam tiga tahun terakhir, penularan HIV pada ibu rumah tangga meningkat signifikan. Penularan di kalangan pelajar (15 -19 tahun) sebanyak 223 atau sekitar 8,2%. Fakta ini ke de[pan akan sangat mempengaruhi suberdaya manusia dan masa depan Papua. Menyikapi perkembangan HIV/AIDS yang terus meningkat, Gubernur Provinsi Papua, Barnabas Suebu, SH menilai, bahwa salah satu solusi untuk menekan makin meluasnya epidemi itu, yakni dengan mengugah kesadaran, menciptakan menciptakan kepedulian, dan membangun komitmen bersama bagi seluruh komponen masyarakat.
“HIV/AIDS bukan hanya persoalan pemerintah, LSM, atau segelintir orang di Papua. HIV/AIDS adalah masalah dan tanggungjawab semua orang yang ada di Tanah Papua. Untuk itu, sebagaimana dengan slogan yang berbunyi, ‘Mari Kitorang Bertanggungjawab,’ maka saya mengajak semua pihak untuk bersama-sama menanggulagi HIV/AIDS di Tanah Papua,” ajak Gubernur Suebu dalam sambutannya, yang dibacakan Wakil Gubernur Papua, Alex Hasegem, SE, pada Pertemuan Konsultasi “Legal Drafting” Perda HIV/AIDS yang dilangsungkan di Hotel Yasmin, Jayapura, Senin (4/9). Dikatakan, lebih dari 90% penularan HIV di Papua adalah melalui hubungan seks yang tidak aman, hubungan seks berganti-ganti pasangan dan tanpa
menggunakan pelindung. Lanjutnya, atas dasar fakta inilah KPA Provinsi Papua gencar mensosialisasikan kondom sebagai cara untuk melindungi diri dari terinfeksi HIV. Beberapa waktu lalu, KPA Provinsi Papua juga (kembali) mensosialisasikan dan melakukan uji coba kondom perempuan. “Pada kesempatan ini saya tegaskan bahwa kondom secara teknis direkomendasiakan bisa mencegah penularan HIV. Teknologi sudah semakin canggih. Kondom sudah dirancang sedemikian rupah sehingga aman dan nyaman
digunakan. Tidak perlu khawatir dengan kualitas kondom. Tidak perlu khawatir dengan informasi yang menyesatkan bahwa kondom berpori dan bisa bocor. Bagi kaum perempuan, tidak perlu khawatir kondom yang digunakan akan tertinggal di rahim, karena hal itu tidak mungkin,” ujarnya.
Menurut Gubernur, sosialisasi kondom yang gencar bukan berarti menghalalkan seks bebas. Perilaku seks berganti pasangan sudah ada, jauh sebelumya KPA mensosialisasikan kondom. Disisi lain, kebijakan KPA selama ini adalah penggunaan kondom 100% pada setiap kegiatan seks beresiko atau bagi mereka yang mempunyai perilaku seks beresiko, suka gonta-ganti
pasangan seks, dipersilakan menggunakan kondom setiap berhubungan seks. “Untuk itu, bagi mereka yang merasa mempunyai perilaku aman, mari bersama-sama kita ciptakan lingkungan yang mendukung bagi mereka yang memiliki perilaku seks beresiko untuk nyaman menggunakan kondom. HIV adalah resiko bersama, Semakin banyak orang terinfeksi HIV di sekitar
kita, semakin tinggi pula resiko tertular. Virus ini tidak hanya dapat menular melalui hubungan seks yang tidak aman. HIV juga bisa menular malalui peralatan dan donor yang sudah dicemari virus ini. Juga kepada ibu-ibu yang mengidap HIV dan kemudian ditularkan kepada bayi yang dikandungnya. HIV menular hanya kepada mereka yang memang mau tertular. Kalau tidak ingin tertular, jangan memiliki perilaku beresiko,” ajaknya.
Sementara itu, Sekretaris KPA Nasional Dr. Nafsiah Mboi, SpA, MPH mengatakan selama ini sudah banyak hal yang dilakukan baik oleh KPA sendiri maupun berbagai LSM dan aktivis lainnya untuk mencegah penyebaran penyakit mematikan ini. Namun, diakuinya, belum membuahkan hasil yang memuaskan. Menurutnya, lembaga non-pemerintah seperti LSM telah melakukan banyak hal, tetapi kontribusi untuk mengubah jalannya epidemi hanya akan berhasil apabila masyarakat dan pemerintah dengan sumber daya yang dimilikinya ikut berperan aktif. ”Kami semua pihak merasa bertanggung jawab mencegah penyebaran penyakit ini. Disamping itu, melalui pembahasan legal draft ini, diharapkan dapat dihasilkan satu Perda yang baik untuk penanggulangan
IMS dan HIV/AIDS di Papua,” harapnya. Dalam pertemuan konsultasi “Legal Drafting” Perda HIV/AIDS yang dilangsungkan di Hotel Yasmin, kemarin dibuka oleh Wakil Gubernur Alex Hasegem mewakili Gubernur Papua. Kegiatan itu, itu juga dihadiri
Sekertaris KPA Nasional, Nafsiah Ben Mboi.
Peserta pertemuan adalah Ketua Komisi A (Hukum dan Pemerintahan), Komisi C
(Anggaran), dan Komisi E (Kesra) DPR Provinsi Papua dan Irjabar serta DPR
dari 19 Kabupaten/Kota di dua provinsi tersebut. Sementara dari jajaran eksekutif sebagai peserta adalah Kepala Biro Hukum Setda Provinsi Papua dan Irjabar serta para Kepala Bagian Hukum dari 19 Kabupaten/Kota. Sedangkan untuk jajaran KPA, akan dihadiri Sekretaris KPA Provinsi Papua dan Irjabar serta 19 KPA Kabupaten/Kota. Hasil pembahasan ini, nantinya akan langsung disampaikan di DPR Papua untuk segera disahkan menjadi Perda yang dapat mencegah penyebaran virus mematikan ini.**