JAYAPURA -Pemerintah Provinsi Papua menilai ketersediaan Areal Penggunaan Lain (APL) saat ini tidak lagi memadai untuk kebutuhan pembangunan dan investasi. Dari total 611.124,01 hektare APL yang ada, sekitar 261.345 hektare atau 42,76 persen telah terbebani izin lokasi.
Plt. Kepala Badan Perencanaan Pembangunan, Riset dan Inovasi Daerah (Bapperida) Papua, Jimmy Thesia, menyatakan kondisi ini menjadi tantangan bagi pengembangan sektor riil. Sebab, sebagian besar lahan potensial masih berada dalam kawasan hutan produksi, konservasi, maupun suaka alam.
Untuk mengatasi keterbatasan ini, Pemprov Papua mengusulkan perubahan fungsi kawasan hutan seluas 824.040,95 hektare. Usulan ini akan dibahas lintas sektor bersama Kementerian Kehutanan, BWS, BPN, serta pelaku usaha yang telah memiliki izin namun belum dapat melaksanakan aktivitas investasi.
Menurut Jimmy, proses verifikasi dan klarifikasi terhadap potensi riil di lapangan menjadi langkah penting. Hal ini untuk memastikan pemanfaatan ruang yang sesuai serta mencegah tumpang tindih kewenangan antara pusat dan daerah.
“Kalau tidak kita petakan dan fungsikan ulang, akan melanggar ketentuan. Contohnya seperti di Koya, kawasan itu awalnya pertanian, tapi kini sudah jadi pemukiman. Irigasinya pun harus dikaji, apakah tetap jadi kewenangan pusat atau provinsi,” tambahnya.
Pemprov Papua berharap revisi Rencana Tata Ruang Wilayah bisa mengakomodasi kebutuhan pembangunan secara legal dan terstruktur. Perubahan ini dinilai krusial agar investasi di Papua bisa berjalan lebih optimal, tanpa melanggar aturan kehutanan dan tata ruang yang berlaku. ***