Secara ekonomis, ruas jalan dari Kabupaten Nabire ke Kabupaten Paniai, Enarotali, sepanjang 270 kilo meter ini, merupakan ruas jalan strategis, dimana volume kedaraan melewati jalan ini sangat ramai. Begitu juga dengan pertumbuhan ekonomi di distrik-distrik yang ada di sekitar ruas jalan ini setelah dibuka, semakin berkembang. Namun saat ini ruas jalan yang dibangun dengan dana APBN dan APBD Provinsi Papua maupun kabupaten setempat, ada terdapat beberapa titik jalan yang rusak parah menurut hasil tinjauan Komisi D DPR Papua. Akibatnya hal ini menjadi satu keprihatianan Dewan dan perlu mendapat perhatian serius dari Pemerintah Daerah untuk kelanjutan pembangunannya, mengingat ruas jalan yang menghubungkan dua Kabupaten ini (Nabire-Enarotali-red) merupakan salah satu dari 11 ruas jalan strategis Provinsi Papua.
Sekretaris Komisi D DPR Papua Ir. Weynand B Watori, mengatakan, dari hasil kunjungan Tim Komisi D, didapati kerusakan ruas jalan terdapat pada kilo meter 73, dimana kondisi badan jalan saat ini terdapat sepanjang 100 meter rusak parah, akibat tidak adanya saluran/gorong-gorong yang mengatasi turunnya air dari bukit sehingga air menggenangi badan jalan mengakibatkan terjadinya kerusakan. Selain kerusakan itu, juga terdapat kerusakan yang lebih parah di kilometer 156, dimana kondisi badan jalan kerusakannya cukup memperihatikan. Pada badan jalan ini juga, terdapat tidak adanya drainase dan gorong-gorong. Sehingga Tim Komisi D berpendapat ruas jalan ini harus segera dibangun drainase dan gorong-gorong agar air yang mengalir dari bukit dapat dibuang dan tidak menggenangi badan jalan. “Pada titik ini, ketika Tim Komisi D tiba disana, terdapat antrian panjang kendaraan truk maupun bus, dari Nabire ke Enarotali dan sebaliknya, Enarotali-Nabire, terjebak disana,” jelas Weynand. Disisi lain, lanjutnya, selain kerusakan badan yang cukup para, beberapa jembatan penghubung putus atau rusak parah dan sama sekali tidak bisa dilewati hingga saat ini. Adapun jembatan tersebut, yaitu jembatan Kembar di KM 118. “Akibat putusnya jembatan ini, sehingga rombongan Tim Komisi D, melewati kali yang ada dibawah jembatan,” tuturnya. Yang lebih memprihatinkan lagi, lanjut Weynand, terdapat pada KM 171 di kali Adai, dimana pada titik kerusakan tersebut tidak ada jembatan, sehingga mobil harus melewati sungai deras. “Semua kendaraan harus melewati sungai yang cukup deras airnya. Apalagi pada musim hujan. Kondisi ini sudah cukup lama dan sampai saat ini belum ada perhatian isntansi terknis terkait untuk membangun jembatan tersebut,” ungkapnya seraya mengingat akan agar tahun depan jembatan di kali Adai ini segerah dibangun pemerintah.
Untuk itu, Komisi D berharap agar pemerintah dapat membangun jembatan semi permanen, sehingga kedepan tidak ada lagi mobil lewat bahwa menyebrang kali Adai. Harapnya. Dia mengingatkan bahwa beberapa waktu lalu kondisi kali tersebut selain mengakibatkan kecelakaan fatal kepada kendaraan juga telah mengakibatkan 2 orang menjadi korban. Selama dalam perjalanan Komisi D, beberapa hasil pengamatan permasalahan dilapangan untuk menjadi perhatian pemerintah, yaitu pertama, kondisi jalan licin sehingga sehigga ban-ban mobil membuat badan jalan rusak. Kedua, tidak adanya drainase, sehingga badan jalan digenangi air yang turun dari bukit, dan ketiga, pada badan jalan, timbunan gebur maupun timbunan bebatuan chiping sebagai pondasi badan jalan tidak ditemukan, oleh tim ini.