Coba Anda luangkan waktu sejenak, lantas perhatikan diri sendiri. Apakah Anda gampang merasa lelah, lemah, letih, lesu, atau lalai? Jika gejala-gejala tersebut kerap Anda rasakan, sangat mungkin Anda terkena anemia atau kekurangan darah. Banyak perempuan yang mengabaikannya, dan menganggap anemia bukanlah penyakit yang harus diwaspadai. Padahal, anemia bisa bedampak pada banyak hal. Mulai dari yang sepele, seperti malas beraktivitas hingga kematian.
Anemia merupakan penyakit kurang darah yang ditandai rendahnya kadar hemoglobin (Hb) dan sel darah merah (eritrosit). Fungsi darah adalah membawa makanan dan oksigen ke seluruh organ tubuh. "Pada ibu hamil, darah akan membawa makanan dan oksigen ke janin. Jika suplai ini kurang, maka asupan oksigen untuk janin pun akan kurang. Akibatnya, pertumbuhan organ janin akan terhambat, terutama organ-organ penting. Salah satunya otak," jelas Dr. Firman Lubis, MPH dari Bagian Ilmu Kesehatan Komunitas FKUI-R.S. Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Otak terdiri dari 2,5 miliar sel bioneron. Jika kapasitasnya kurang, dan ini sudah dibuktikan lewat pemeriksaan pada janin dari ibu yang terkena anemia, maka otak akan seperti komputer yang memorinya lemah. "Lambat menangkap. Dan kalau sudah rusak, tidak bisa diperbaiki," lanjut Firman.
Lebih Banyak Perempuan
Anemia bisa disebabkan oleh banyak hal. Umumnya, penyebabnya adalah pendarahan kronik. Tetapi, gizi yang buruk atau gangguan penyerapan nutrisi oleh usus juga dapat menyebabkan anemia. Terutama, gizi yang membentuk hemoglobin, seperti zat besi (Fe) dan asam folat. Parasit dan penyakit lain yang merusak darah juga bisa menyebabkan anemia. Cacing, misalnya. "Di usus, cacing akan mengisap darah, sehingga terjadilah anemia." Contoh lain, penyakit malaria yang masih banyak menyerang. "Malaria juga merusak darah. Lihat saja, penderita malaria pasti kelihatan pucat karena kekurangan darah," lanjut Firman sambil menambahkan, faktor ketidaktahuan juga bisa menjadi penyebab anemia. "Banyak orang yang tidak mengerti. Pokoknya makan asal kenyang, tanpa melihat kecukupan nutrisi yang dibutuhkan tubuh."
Anemia lebih banyak menyerang perempuan ketimbang laki-laki. Penelitian menunjukkan, jumlah penderita anemia pada anak-anak usia SD lebih banyak yang perempuan, apalagi begitu mereka mulai menstruasi. Pada perempuan, penyebab anemia memang lebih kompleks, karena melibatkan faktor kebiasaan atau budaya. "Budaya di sebagian masyarakat kita adalah menempatkan perempuan di posisi paling akhir. Contohnya dalam hal pendidikan. Jika biaya untuk pendidikan kurang, maka pilihan untuk melanjutkan pendidikan pasti jatuh ke anak laki-laki. Anak perempuan cukup membantu ibu di dapur," jelas Firman. Begitu pula dalam urusan makanan. "Coba lihat, siapa orang yang makan paling pertama dan banyak di keluarga? Pasti ayah, disusul anak, baru kemudian perempuan (ibu) di urutan terakhir," terang Firman.
Kebiasaan ini harus diubah. "Karena peran seorang ibu itu sangat penting. Ia merupakan pabrik yang memproduksi generasi masa depan. Anak-anak dilahirkan oleh ibu, bukan oleh bapak. Jadi, kualitas seorang anak mutlak ditentukan oleh kesehatan si ibu. Kalau si ibu terkena anemia karena kurang gizi, maka pertumbuhan anak pasti akan terhambat juga, khususnya organ-organ penting. Akibatnya kualitas SDM pun akan turun."
Bahaya Pendarahan
Bagaimana mengenali gejala anemia? Yang paling mudah adalah dengan 5L, yakni lemah, letih, lesu, lelah, lalai. "Kalau muncul 5 gejala ini, bisa dipastikan seseorang terkena anemia." Gejala lain adalah munculnya sklera (warna pucat pada bagian kelopak mata bawah). Yang paling akurat adalah dengan melakukan pemeriksaan kadar hemoglobin dengan hemoque. Kadar Hb disebut normal jika di atas 12 g/dl. Hb antara 10-12 g/dl, disebut anemia ringan, 8-10 g/dl anemia sedang, sementara 6-8 g/dl anemia berat. "Di bawah 6 g/dl harus ditransfusi karena bisa fatal." Yang paling bagus di atas 13 g/dl.
Anemia pada ibu hamil bahkan bisa berakibat kematian dan berisiko bagi janin. "Selain bayi lahir dengan berat badan rendah, anemia bisa juga mengganggu perkembangan organ-organ tubuh, termasuk otak. Otak bayi lebih kosong, karena sel-selnya tidak lengkap." Anemia juga merupakan penyebab utama kematian ibu hamil saat melahirkan, karena pendarahan. Angka kematian ibu hamil di Indonesia merupakan yang tertinggi di ASEAN, yakni sekitar 307 dari 100 ribu kelahiran. Negara-negara ASEAN lain, misalnya Malaysia, hanya 40-50 dari sekitar 100 ribu kelahiran. "Jadi kita 8 kali lebih tinggi, katanya.
Firman menjelaskan, "Pada ibu hamil yang terkena anemia, begitu mengalami pendarahan sedikit saja, ia akan syok." Perdarahan yang terus menerus terjadi disebabkan karena rahim tidak kuat berkontraksi. "Pada kelahiran normal, perdarahan akan berhenti sendiri begitu uterus berkontraski (mengerut akibat tertutup oleh pembuluh darah). Tapi, karena anemia, ibu hamil mengalami atonia uteri (uterus tidak berkontraksi), sehingga perdarahan terus berlangsung. Anemia jelas akan memengaruhi kehidupan sehari-hari, apalagi sekarang banyak perempuan yang bekerja, selain mengurus keluarga. Penelitian menunjukkan, perempuan bekerja lebih berat dibanding laki-laki. "Nah, kalau sampai terkena anemia, maka produktivitasnya menjadi berkurang. Gampang sakit, terkena infeksi, gampang capek, akibatnya tidak bisa bersosialisasi."
Selain pada perempuan, anak-anak usia sekolah juga banyak yang terkena anemia. "Hampir 40 persen anak usia SD di Indonesia terkena anemia," jelas Firman. Anak yang anemia akan lemas, tidak bisa bermain, tidak bisa belajar. Akibatnya, kualitasnya akan menurun. Anemia juga menyebabkan daya tahan tubuh berkurang. "Akibatnya, penderita anemia akan mudah terkena infeksi. Gampang batuk-pilek, gampang flu, atau gampang terkena infeksi saluran napas, jantung juga menjadi gampang lelah, karena harus memompa darah lebih kuat," Jelas Firman.