Korea Selatan menawarkan kerja sama pengembangan teknologi nuklir untuk keperluan pembangkit listrik. Atas tawaran itu, Pemerintah Indonesia masih akan mempelajarinya. "Kami harap Indonesia memikirkan tawaran kami untuk bekerja sama dalam pengembangan pembangkit listrik bertenaga nuklir," kata Presiden Korsel, Roh Moo-hyun, ketika berbicara dalam pertemuan bisnis antara pengusaha Indonesia dan Korea di Jakarta, Senin (4/12). Hadir dalam acara itu, antara lain, Wapres, Jusuf Kalla; Menperdag, Mari E Pangestu; Kepala BKPM, M Luthfi; Ketua Kadin Indonesia, MS Hidayat; dan sekitar 200 pengusaha asal Korea dan Indonesia. Menurut Roh Moo-hyun, Korea mempunyai kemampuan dan tenaga ahli yang memadai guna membantu pembangunan pembangkit listrik bertenaga nuklir di Indonesia.
Namun, pemerintah, kata Wapres Jusuf Kalla, belum memutuskan untuk menerima tawaran itu. ''Meski nuklir belum menjadi pilihan utama, tapi kita akan mempelajari proposal mereka (Korea), soal keamanan dan cara kerjanya,'' kata Wapres usai pertemuan. Saat ini, kata Kalla, pemerintah masih memprioritaskan pemakaian sumber daya alam, seperti batubara dan geothermal sebagai bahan utama pembangkit listrik di dalam negeri. Kemarin, Indonesia dan Korsel menandatangani nota kesepahaman (MoU) dalam mempromosikan rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Indonesia. MoU itu ditandatangani Menteri ESDM, Purnomo Yusgiantoro, dengan Menteri Komersial, Industri, dan Energi Korsel, Chung Sye Kyun, usai pertemuan Komite Bersama Konsultasi Bidang ESDM RI-Korsel ke-22. Menurut Purnomo, MoU itu bukan untuk membangun PLTN, melainkan upaya menyosialisasikan rencana Indonesia membangun PLTN di masa depan. Yang menjadi ukuran adalah faktor penerimaan masyarakat (public acceptance).
"Diharapkan dengan pengenalan, promosi, dan sosialisasi tentang kebutuhan PLTN, masyarakat dapat memahami dan menerima keberadaan PLTN terutama masyarakat yang tinggal di daerah di mana PLTN akan dibangun," kata Purnomo. Korsel telah mengoperasikan PLTN sejak 1970-an. Saat ini Korsel memiliki sekitar 20 PLTN dengan total kapasitas 17.700 MW. Korsel berencana menambah empat pembangkit lagi yang sedang dalam tahap konstruksi. ''Selain itu, teknologi PLTN Korsel sesuai dengan teknologi PLTN yang sudah dikembangkan BATAN di Serpong,'' jelasnya. Indonesia menargetkan pada 2015-2017 sudah bisa mengoperasikan PLTN dengan kapasitas 1.000 MW. Selain di bidang nuklir, Roh Moo-hyun menilai Indonesia sebagai negara yang penting untuk membina kerja sama di bidang ekonomi, khususnya energi, biofuel, dan infrastruktur. ''Dalam tiga tahun terakhir, ekspor Indonesia ke Korea meningkat. Dan Indonesia berpotensi menjadi negara besar seperti Korea,'' katanya.
Korea, kata Kalla, menempati urutan ketujuh negara terbesar yang menanamkan modalnya di Indonesia. ''Itu artinya masih terbuka kesempatan bagi Korea untuk jadi nomor satu,'' kata Kalla. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menambahkan, Indonesia dan Korsel sepakat untuk membangun kemitraan strategis. Ada empat MoU yang ditandatangani, yaitu kerja sama energi nuklir untuk kepentingan damai, kerja sama bidang pariwisata, pembentukan Forum Kehutanan, dan pemberantasan korupsi.