Jayapura,
Provinsi Papua dan Provinsi Nanggruh Aceh Darussalam (NAD), dua provinsi mendapat UU Otonomi Khusus dari Pemerintah Pusat dalam pelaksanaannya mempunyai hambatan yang sama yaitu terbentur dengan Peraturan Pemerintah tentang pelaksanaan UU Otsus tersebut, sehingga dalam tiga tahun pelaksanaan Otsus yang diamanatkan oleh Tap MPR RI tersebut tidak berjalan baik/lancar sesuai dengan harapan masyarakat kedua provinsi tersebut.
Dengan dasar adanya perlakuan yang sama oleh pemerintah pusat terhadap kedua provinsi ini, maka oleh DPRD Provinsi NAD merasa penting untuk saling bertukar pikiran, bahkan menimba ilmu tentang pelaksanaan Otsus dari Papua, sebab menurut penilain mereka bahwa pemerintah provinsi Papua lebih berhasil melaksanakan Otsus ketimbang pemerintah provinsi Aceh sendiri.
Untuk itulah, Senin (26/7) kemarin dari Komisi A DPRD Provinsi Nanggro Aceh sebanyak 6 orang melakukan kunjungan ke provinsi Papua, dimana mereka melakukan pertemuan dengan Komisi A DPRD Provinsi Papua dan Gubernur Provinsi Papua.
Otonomi Khusus bagi provinsi Papua di atur dalam UU Nomor 21 tahun 2001, dan Otsus bagi provinsi Nanggro Aceh di atur dalam UU Nomor 18 Tahun 2001, walaupun kedua berbeda namun
tujuannya adalah sama yaitu untuk memberikan kesejahteraan bagi masyarakat di kedua provinsi ini, dimana selama 35 tahun dirasakan terjadi ketertinggalan di bandingkan dengan Provinsi lainnya di Indonesia.
Namun dalam pelaksanaannya, ada beberapa pasal dari UU Otsus menemui kendala yang cukup signifikan, sehingga pelaksanaan Otsus tidak berjalan utuh.
"Karena ada bagian-bagian pasal-pasal UU Otsus tidak bisa dilaksanakan oleh akibat sesuatu hal, sehingga menyulitkan bagi pemerintah daerah untuk melaksanakan, baik bagi pemda
Provinsi Papua maupun Pemda Provinsi Nanggro Aceh," ujar Ketua Tim DPRD Provinsi Nanggro Aceh, Muhamad Idris.
Dalam pertemuan Gubernur Provinsi Papua, Senin (26/7) malam kemarin, Tim Komisi A DPRD Provinsi NAD banyak bertanya tentang pelaksanaan Otsus di Provinsi Papua. Gubernur
Papua, Drs J.P Solossa, M.Si yang di dampingi oleh para Asisten Sekda dan beberapa pejabat Provinsi lainnya, menjelaskan secara panjang lebar tentang pelaksanaan Otsus di Papua dimana sudah mulai kelihatan adanya perubahan mendasar di masyarakat tentang pembangunan, walaupun masih menghadapi banyak kendala termasuk akibat tersendatnya pemberian dana Otonomi khusus ke daerah ini.
Ketua Komisi A DPRD Provinsi NAD, Muhamad Idris kepada wartawan mengatakan, misi mereka di Papua adalah menimba pengalaman pelaksanaan Otsus Papua, sebab dalam pelaksanaan Otsus di Aceh terjadi banyak hal yang menjadi tantangan (kendala), seperti juga yang dialami oleh pemerintah provinsi Papua. Misalnya saja perangkat-perangkat hukum, seperti Syariat Islam di Nanggro Aceh sudah bisa dilakukan secara 'Kafah' namun karena perangkat hukumnya masih terikat pada hukum positif yang berlaku, sehingga tidak dapat berjalan baik. "Selaku warga NKRI dari Sabang (Aceh) sampai Merauke (Papua) perlu saling membagi informasi, untuk bisa berpikir bagaimana kedepan dalam rangka mewujudkan NKRI melalui UU Otsus dalam berjalan secara utuh," tandasnya.
Selain itu masalah sosialisai Otsus di kalangan Departemen yang tidak berjalan baik, sehingga dalam menjalankan peraturan-peraturan tidak memperhatikan kekhususan yang dimiliki daerah. Termasuk masalah pemekaran wilayah provinsi di Papua yang sampai saat ini menjadi masalah, namun di Nanggro Aceh juga saat ini oleh DPR RI menggulirkan hak inisiatif untuk memekarkan provinsi Aceh menjadi dua provinsi, tanpa persetuajuan DPRD Provinsi Aceh dan Pemerintah Provinsi Aceh, namun hal ini jika terjadi dikhawatirkan akan seperti Papua. Sebab sampai saat ini DPRD selaku wakil rakyat belum ada menerima usulan pemekaran provinsi dari rakyat Aceh sendiri.
" Sampai saat ini DPRD Provinsi Aceh belum pernah menerima usulan langsung dari rakyat Aceh tentang pemekaran provinsi, apakah secara langsung atau berbentuk tulisan. Jadi ini merupakan hak inisiatif DPR RI sendiri atau calon-calon provinsi pemekaran itu yang langsung ke DPR RI, tanpa melalui DPRD Aceh," tegasnya.
Menurutnya, bahwa sampai saat ini masalah pemekaran provinsi di Aceh yang kebetulan baru di gulirkan sekitar 10 hari lalu oleh DPR RI, sehingga belum dilakukan pembahasan di DPRD Aceh, apakah jika pemekaran provinsi lebiah baik atau akan lebih buruk dari kondisi sekarang.
Namun menurut perkiraan DPRD Aceh sendiri pemekaran dalam kondisi saat ini, di Aceh akan menimbulkan masalah baru dan hal seperti yang terjadi di Papua, kami tidak inginkan, hal seperti ini terjadi di Aceh tambahnya.